Latar Belakang
Ada beberapa persamaan pandangan diantara para arsitek muda pada saat itu, yang baru lulus dalam mempersiapkan diri untuk terjun ke rimba belantara arsitektur. Mereka melihat kondisi dunia arsitektur di Indonesia pada saat itu 'tidak menarik', 'monoton' dan 'tidak
berkarakter', hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang ternyata masih relevan sampai saat ini.
Arsitektur kita tidak berkarakter.
Banyak diantara karya-karya arsitektur kita tidak menggambarkan karakter dan tanda tangan si arsitek. Kita sering kali sulit mengenali karya arsitek siapakah itu ?.........hal ini mungkin terjadi karena beberapa kondisi pada saat itu.
Tidak adanya derajat yang tinggi dari profesi arsitek di hadapan pemberi tugas terbatasnya kepercayaan yang diberikan kepada Arsitek, sering kali pemberi tugas mendikte keinginannya begitu saja, tanpa peduli dengan karakter si arsitek.
Para arsitek kita lebih suka berlindung dibelakang nama besar bironya (jarang ada arsitek yang berani tampil atau memang enggan dan dilarang tampil). Akibatnya yang semakin di kenal adalah nama bironya saja, tanpa tahu persis siapa arsitek di belakangnya.
Profesi dan dunia arsitektur kita cenderung tertutup & low profile
Kita semua merasa ada ketertutupan baik si arsitek maupun karyanya. Entah karena para arsitek kita begitu "'low profile'" untuk meng-ekspose karya-karyanya kepada orang lain, entah mungkin juga takut ditiru karyanya. Hal ini ditunjang pula dengan miskinnya publikasi dan informasi seperti majalah dan buku-buku arsitektur.
Sebetulnya banyak bangunan-bangunan / karya arsitektur yang bermutu dari arsitek -arsitek kita, namun karena ketertutupan dan sikap cenderung "low profile" inilah yang membuat kita semakin tidak tahu menahu dan menjadi hambatan besar untuk memajukan dan memeriahkan dunia arsitektur kita. Akibatnya yang juga bisa kita rasakan sampai saat ini adalah lebih dikenalnya arsitek-arsitek luar oleh pemberi tugas, maupun oieh arsitek kita sendiri.
Dunia pendidikan arsitektur kita cendrung "doktriner"
Pendidikan arsitektur kita berjalan dan berkembang sangat lambat bila dibandingkan dengan perkembangan arsitektur di dunia, yang menghambat selain birokrasi, aneka kurikulum yang selalu berubah, juga kecenderungan untuk mendoktrin benar atau salah.
Para mahasiswa arsitektur tidak dididik sebagai penemu dan pencipta yang kreatif untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru alam dunia arsitektur, mereka hanya diajarkan benar atau salah.
Akibatnya para mahasiswa cenderung mencari selamat dimana lulus adalah tujuan utama, akibatnya didalam dunia profesinya, sifat asal lulus ini sama sekali tidak membentuk kepercayaan diri si arsitek, dan lalu cenderung ikut arus saja.
Jadi akibat dari semua hal tersebut diatas, kita merasa sebagai arsitek kita belum "merdeka", merdeka dalam ber-ekspresi, merdeka atas kepercayaan yang diberikan kepada kita. Dan juga
yang terpenting adalah merdeka atas diri kita sendiri yang memang tidak percaya diri. Hai-hal inilah yang menyebabkan Arsitektur dan Arsitek kita belum dapat menjadi diri "sendiri".
Sadar bahwa Arsitektur adalah pilihan profesinya yang harus di perjuangkan dan dikembangkan, maka beberapa arsitek muda dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, sepakat untuk memulai suatu kelompok / forum bernama "AMI".
ARSITEK MUDA INDONESIA untuk memberikan "sedikit" gerakan yang diharapkan dapat
"menggoyangkan" dan menggerakkan kemapanan yang sudah terbentuk tadi, untuk bergerak maju.
Makhluk Apakah AMI itu ?
AMI sampai saat ini tidak pernah terpikir untuk membentuk organisasi yang dilengkapi dengan AD/ART, sekretariat dan lain-lain sebagainya. AMI mengakui bahwa IAI adalah satu-satunya
organisasi profesi Arsitektur di Indonesia. Lalu seperti apakah jiwa dan sosok AMI yang tidak dapat di lihat namun dapat dirasakan kehadirannya ?.
JIWA AMI
1. Semangat
2. Kritis
3. Keterbukaan
SEMANGAT
Semangatlah yang mengikat sesama anggota AMI untuk terus menerus menggali dan menyumbangkan idealisme dan perkembangan Arsitektur di Indonesia. Semangat ini di
manifestasikan dalam wujud "penjelajahan desain".
Salah satu kalimat tepenting dari manifesto AMI adalah: "Bagi kami Arsitek Muda Indonesia, arsitektur adalah wujud dari penjelajahan disain" jadi kata kuncinya adalah 'Penjelajahan'".
Kita tidak peduli sebuah proses desain harus melalui bentuk kotak yang, kemudian berkembang menjadi bundar, segitiga, tidak beraturan dan akhirnya kembali ke kotak lagi, hal itu tidak penting, yang utama adalah "Proses" dari penjelajahan itu sendiri.
Dengan menjalani proses penjelajahan, maka akan terdapat ber ribu-ribu kemungkinan dan penemuan-penemuan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Dalam suatu proses disain, sering para arsitek kita terlalu cepat berhenti, dan merasa sudah cukup puas dengan rancangannya. Padahal sebetulnya mereka belum dapat dikatakan menemukan "sesuatu" akibatnya rancangan yang dihasilkan akan menghasilkan sosok yang asing.
Padahal proses desain seharusnya tidak boleh berhenti, dan harus terus berlangsung, bahkan sampai pelaksanaan di lapangan . (beruntung kita memiliki arsitek YB Mangunwijaya yang membuka mata kita untuk suatu alternatif dalam perancangan & pelaksanaan, dimana beliau tidak pernah mengandalkan gambar kerja, tapi terjun langsung di lapangan untuk berimprovisasi dengan tukang-tukangnya untuk menghasilkan bangunan yang dianggap terbaik.)
Betapa asyiknya menjadi seorang penjelajah bisa kita rasakan sendiri. Dan ternyata pada akhirnya kita juga menjadi diri kita sendiri, dan karakter, tanda tangan dan jiwa kita akan muncul dengan sendirinya.
Namun kita juga menyadari betul, bahwa kita tidak dapat mengatakan bahwa saat ini para anggota AMI sudah berhasil menemukan tanda tangan mereka.
Hingga saat ini, kita masih dalam proses., Proses untuk terus mencari dan mencoba terus ber macam-macam kemungkinan-kemungkinan. Hanya modal semangat dan kepercayaan yang pelan-pelan terus di tumbuhkan melalui penjelajahan desain yang membuat proses itu tetap berlangsung sampai saat ini.
KRITIS
Beberapa rekan-rekan AMI adalah figur-figur yang sangat kritis, hal ini bisa dilihat dari awal, pada mulanya mereka menjalani pendidikan Arsitektur di bangku kuliah.
Mereka sering mempertanyakan dan tidak terima begitu saja apa yang di anjurkan, bahkan sering kali dari mereka harus menjadi korban akibat keyakinan mereka sendiri.
Pada saat ini pun mereka juga tetap kritis, kritis terhadap karya sendiri, maupun kritis terhadap karya orang lain. dan inilah salah satu kekuatan AMI yaitu budaya kritis, untuk saling kritik diantara teman-teman sendiri. Dan pada akhirnya kita menjadi sadar betul bahwa forum seperti debat / kritik sangat di gemari dan bermanfaat.
Kita tidak peduli hasil akhir dari debat / kritik tersebut, yang penting prosesnya yang telah memperkaya kita, dari berbagai sudut pandang yang lain. (sehingga lahirlah istilah "Sepakat untuk tidak sepakat".)
KETERBUKAAN
Kekritisan harus ditunjang keterbukaan. Keterbukaan melontarkan pendapat, dan keterbukaan mendengarkan pendapat.
Hal ini menjadi ciri khas rekan-rekan AMI untuk saling mempublikasikan / mengexpose karyanya untuk "dibantai" dalam forum-forum AMI. tanpa harus tersinggung atau "takut
dicontek idenya", karena akhirnya yang beruntung adalah kita juga, yang mendapat masukan-masukan yang beraneka ragam dan membantu "percepatan" dengan belajar diantara sesama teman sendiri.
Tidak mengherankan bila karya-karya AMI seperti seolah-olah mempunyai karakter tersendiri, walaupun beraneka ragam, bentuk dan pendekatan masalahnya.
Hal ini lah yang sejak awal juga berhasil menghilangkan sekat-sekat kebanggaan yang berlebihan di antara para AMI yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, baik dari Universitas Negri, Universitas Swasta bahkan dari Luar Negri.
Pada awalnya memang mereka begitu bangga dengan latar belakang pendidikannya, tapi kini merekapun sadar bahwa mereka di perkaya oleh teman-teman sendiri yang datang dari latar belakang Universitas yang berbeda satu sama lain.
AMI juga tidak pernah menawarkan suatu style/ langgam arsitektur tertentu, setiap orang mempunyai idola dan karakternya sendiri. Sepintas lalu corak arsitektur AMI memang seperti seperti gado-gado yang beraneka ragam benang merah yang mengikatnya hanyalah semangat penjelajahan/pencarian dan penemuan.
SOSOK AMI
Walaupun tidak dapat dilihat namun dapat di rasakan kehadirannya melalui kegiatan-kegiatan seperti:
Pameran
Diskusi
Open House
Penerbitan Buku
PAMERAN
Pameran adalah bentuk pernyataan kita yang sangat jelas, dalam pameran ini tergambar proses dan semangat explorasi dari rekan-rekan AMI. Karya-karya yang dipamerkan berupa proyek-proyek proposal, bangunan bangunan yang terbangun, maupun proyek- proyek fiktif (yang menjadi penting karena biasanya proyek-proyek fiktif menampilkan ide-ide / konsep yang futuristik, original dan memandang kedepan arsitektur kita fana akan datang).
Pameran tidak disusun secara mati, tapi juga bervariasi, baik itu gambar, foto, maket, sketsa, bahkan lay out pemeran itu sendiri tidak luput dari perhatian.
Pameran ini pada awalnya berlokasi di gedung pameran, seperti pameran Prospektif 1990, di Jakarta Disain Center, namun kemudian hal ini tidak efektif bila terus menerus di gedung pameran. Tantangan-tantangan justru terbuka untuk pameran di bangunan-bangunan lain, baik itu berupa rumah rumah tinggal yang kebetulan menjadi acara Open House, atau di museum seperti di diorama Monas tahun 1995, atau di Cafe tahun 1996 (Peluncuran buku AMI,
penjelajah 1990-1995), hal ini juga untuk membuka kemungkinan kemungkinan baru dan memperkaya bentuk pameran supaya praktis, tidak monoton, dan tidak butuh persiapan yang besar-besaran, yang melelahkan.
DISKUSI
Diskusi yang sering juga jadi ajang caci-maki diantara sesama arsitek berlangsung dimana saja dan berpindah-pindah tempat. Dalam fungsi diskusi ini sering juga kita mengundang pembicara
tamu, arsitek-arsitek yang baru lulus / baru pulang dari luar negri untuk membagi pengalamannya. Bahkan juga bisa sering meminta rekan-rekan mahasiswa untuk juga saling membagi informasi timbal balik (dalam hal ini telah dilakukan presentasi ke sayembara UNTAR
dan Open House keluarga Irma Kamdani dimana arsiteknya Andra Martin.
Disamping itu kita juga diminta ceramah / presentasi atas undangan institusi seperti UNDIP, ITB, UNPAR, Ul, UNTAR dan terakhir ITS (28 Oktober 1 996).
Dalam salah satu diskusi AMI, di pameran Arus Silang di Lorong Jurusan Arsitektur ITB, yang di moderatori oleh Yuswadi Saliya.
Yuswadi-lah yang pertama kali melontarkan bahwa AMI adalah generasi Arsitek ke 3 di Indonesia, dimana generasi pertama adalah Silaban dkk. yang berasal dari pendidikan di Luar Negri (Barat),
generasi ke 11, hasil didikan dalam negri, Adi Moersid, Atelier Enam dkk .
Sedang AMI generasi ke tiga, yang sepertinya terlepas sama sekali dari para pendahulunya. Pak Yus juga menambahkan inilah generasi "Arus Informasi".
OPEN HOUSE
Sebuah acara favorit AMI, yang merupakan acara peresmian rumah / bangunan dimana juga merupakan pertanggung jawaban si arsitek terhadap karyanya. Acara digelar secara santai, namun terbukti efektif sebagai bahan study arsitektur langsung dilapangan.
Acara pada open house yang merupakan partisipasi dari arsitek, kontraktor dan pemberi tugas biasanya sebagai berikut:
Peresmian rumah / "'tour de architecture'" yang biasanya dilanjutkan dengan diskusi dan tanggung jawab langsung dengan si arsitek. Kemudian juga ada beberapa acara spontan lainnya seperti peresentasi slide berupa perjalanan arsitektur atau desain, pameran terbatas 1 hari, diskusi dan lain sebagainya.
Acara open house ini sangat populer dan di gemari baik dikalangan AMI sendiri dan juga para ABG (Arsitek Baru Gede, yang baru lulus atau mahasiswa) dimana undangan disebar luaskan melalui fax. Jadilah acara ini seperti kuliah terbuka, mimbar bebas untuk berbicara mengenai arsitektur yang dihadiri oleh berabagai arsitek dan mahasiswa dari latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.
PENERBITAN BUKU
Menerbitkan buku memang sudah lama menjadi keinginan dari Arsitek muda. Namun begitu susah untuk merealisasikan karya dan baru pada pertengahan tahun 1996, ( setelah 6 tahun berlangsung) akhirnya berhasil diterbitkan sebuah buku yang merupakan proses yang cukup lama baik mengenai bahan dan materi itu sendiri.
Buku pertama AMI yang bertemakan Penjelajahan 1990 - 1995, berisi karya-karya AMI maupun tulisan-tulisan berupa pemikiran-pemikiran, ide dan lain sebagainva.
Buku yang diluncurkan di Twilite Cafe pada tanggal 22 April 1996 mendapat sambutan yang sangat hangat dari kalangan masyarakat dan pemerhati Arsitektur, dimana buku arsitektur yang membahas karya-karya Arsitektur Indonesia sangat dibutuhkan. Dalam tempo + 1 bulan, tanpa publikasi yang memadai telah habis terjual 2000 buku.
Salah satu komentar yang sangat tepat datang dari arsitek senior Ir. Zaenuddin Kartadiwiria yang juga merupakan dosen di jurusan Arsitektur di Universitas Trisakti yang menganjurkan mahasiswa-mahasiswanya untuk memiliki buku ini, dimana beliau mengatakan "terlepas baik atau buruknya buku AMI ini, namun inilah gambaran dunia arsitektur kita saat ini".
Komentar yang kritis juga datang dari dosen dan arsitek senior dari ITB, sekaligus salah seorang pendiri
LSAI, Yuswadi Saliya. Dimana beliau mengatakan sebetulnya banyak karya-karya dan tulisan dari para Arsitek Indonesia yang baik, yang sayangnya tidak terekam.
Oleh karena AMI telah berhasil membukukan baik karya arsitektur dan tulisan dalam sebuah buku, maka jadilah peristiwa ini sebuah "Sejarah". Jadi begitu penting bukti kehadiran buku disini sebagai bahan study sejarah Arsitektur untuk memandang kedepan Arsitektur kita.
Penerbitan buku tidak hanya berhenti di situ saja, dengan modal yang tidak hanya dari hasil penjualan buku, tapi juga pengalaman yang berharga dalam proses pembuatannya, maka untuk membuat buku-buku lainnya tidaklah terlalu sulit lagi. Dan kini memang sedang direncanakan buku AMI yang kedua dengan tebal 300 halaman, yang rencananya akan diterbitkan tahun 1997.
Dan juga masih banyak lagi rencana untuk membuat buku arsitektur dengan thema sayembara, perkotaan dan monografh.
Rupanya kegiatan membuat buku akan menjadi kegiatan utama AMI yang akan menggantikan bentuk-bentuk pameran arsitektur yang berskala besar dan melelahkan.
Pendiri AMI,
Yori Antar, Irianto P.H., Andra Matin, Sonny Sutanto, Bambang Eryudhawan, Sarjono Sani dan Marco H. Kusumawijaya. Sekarang mereka berdiri di antara para arsitek terkemuka di dunia arsitektur Indonesia kontemporer.
sekarang ini Forum AMI banyak diminati kalangan arsitek yang lebih muda, lulusan baru dan mahasiswa arsitektur, di samping tentunya arsitek pendahulunya maupun masyarakat umum.
Menjelajahi Dan Mengenal Arsitek Muda Indonesia (AMI) VIDEO