Redefining Batik in Modern House



Redefining Batik in Modern House
 
Memilih batik sebagai satu titik awal menghadirkan desain hunian dengan tampilan elegan ternyata juga memberikan pengalaman rasa yang berujung pada kualitas ekspresif di dalamnya. Arsitek Rudy Kelana dari Wahana Architects selalu merasa perlu untuk memiliki dialog yang baik dengan klien tentang seperti apa kehidupan mereka. “Tidak pernah cukup hanya mendengarkan kebutuhan-kebutuhan pemilik rumah, tetapi perlu juga datang dan melihat seperti apa mereka di rumah mereka terdahulu,” jelas Rudy.


Bagi arsitek, bentuk lahan yang tidak beraturan seluas 427 m2 di depan taman lingkungan ini menjadi tantangan menarik. Dua massa utama dihubungkan oleh satu massa penghubung; mewadahi kamar tidur utama yang berkesan mengambang, taman di bawahnya, area kolam renang, dan teras yang mengaburkan ruang luar dan dalam. Area lahan sisa yang menjorok keluar dan sempit kemudian dimanfaatkan sebagai tangga dan menjadi galeri untuk koleksi lukisan dan benda antik lainnya.


“Pada dasarnya pemilik rumah memiliki gaya hidup yang santai, sangat menyukai kayu, bahkan memiliki koleksi furnitur antik yang cukup banyak. Batik kemudian dipilih menjadi cara untuk bisa menyatukan semuanya tanpa kehilangan esensi elegan secara visual,” papar Rudy Kelana. Kehadiran pola batik pada beberapa dinding massa bangunan dan juga interior dipadukan dengan jendela jalusi yang berkesan sangat lokal mengikuti konsep kombinasi warna kayu dan abu-abu beton yang kemudian diperkaya dengan lantai marmer Malaka Grey.

“Rumah ini adalah modernitas yang dibungkus oleh batik. Tatanan ruang
di dalamnya tidak formal dengan akses utama menggunakan ram menuju ke dalam rumah tanpa harus ada simbol atau fisik pintu utama. Di sini pola ruang yang serba terbuka dan modern mewadahi gaya hidup yang santai dan tetap tampil elegan dengan ekspresi batik pada berbagai bagiannya.”

Motif batik memang merepresentasikan kebudayaan jawa, Tetapi sentuhan modern dari tatanan ruang yang serba terbuka sangat sesuai dengan gaya hidup pemilik rumah yang santai. Di ruang foyer menuju ruang duduk terdapat sekat-sekat yang bisa digeser untuk membuat proporsi ruang menjadi nyaman sesuai dengan kegiatan. Hunian ini diakses melalui ramp panjang di antara dua masa ke lantai dua yang mewadahi ruang komunal seperti ruang makan, ruang keluarga, teras dan juga ada perpustakaan yang dirancang transparan. Sementara, kamar tidur anak terletak di lantai tiga.


Dengan tetap memanfaatkan kayu dari bongkaran rumah terdahulu, hunian ini seakan tidak memiliki pintu utama dan diwujudkan dari tatanan ruang yang memungkinkan penghawaan dan pencahayaan alami bisa hadir dengan baik. Sebuah hunian di iklim tropis yang sarat unsur budaya dan semua dihadirkan dengan elegan.


General Info :

Site area : 427 m2
House : 947 m2
Principal Architect : Rudy Kelana, Gerard Tambunan, Sofia Purba
Architect Firm : Wahana Architects
Contractor : Wahana Cipta Selaras & Neron Construction
Lighting : Infiniti lighting
Landscape : Sanggar Kemuning
Interior : Platform Architects
Structure : Ricky Theo
Wall paint indoor and outdoor : Mowilex
Wood paint : Propan
AC Unit : Daikin
Main floor : Malaka Grey






Mengintip 7 Hasil Karya Terbaik Dari Arsitek Indonesia

Mengintip 7 Hasil Karya Terbaik Dari Arsitek Indonesia

1.. Menara Phinisi UNM – Yu Sing



Yu Sing adalah arsitek Indonesia asal kota Bandung yang terkenal akan kemampuannya bermain dengan material-material daur ulang yang berani dan juga konsep bangunan dan rumah ramah lingkungan. Salah satu karya megah dan terbaik dari arsitek Indonesia satu ini adalah Menara Phinisi UNM. Melalui karya Yu Sing satu ini, kamu bisa melihat gaya kontemporer yang memang selalu identik dengan rancangan-rancangan yang ia buat.

2. Masjid Istiqlal – Fredrich Silaban

Museum Tsunami adalah salah satu karya arsitek Indonesia terbaik selanjutnya. Digagas sebagai monumen simbolis bencana Tsunami pada 2004, bangunan megah karya arsitek Indonesia, Ridwan Kamil ini kaya akan unsur filosofi yang dalam dan merepresentasi keadaan, situasi, dan rasa saat bencana Tsunami terjadi.

Selain museum Tsunami, karya Ridwan Kamil lainnya yang tak kalah populer adalah Rumah Botol,


Fredrich Silaban adalah salah satu arsitek Indonesia pada era kemerdekaan yang dikagumi tak hanya oleh sesama arsitek Indonesia, namun juga oleh arsitek dunia. Dari sekian banyak karyanya, salah satu yang terkenal dan masih berdiri megah hingga saat ini adalah Masjid Istiqlal.

Karya Fredrich Silaban ini merupakan hasil memenangkan sayembara yang dibuat oleh Bung Karno. Masjid karya arsitek Indonesia satu ini bahkan sempat menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara pada era 1970-an.

3. Museum Tsunami Aceh – Ridwan Kamil


Museum Tsunami adalah salah satu karya arsitek Indonesia terbaik selanjutnya. Digagas sebagai monumen simbolis bencana Tsunami pada 2004, bangunan megah karya arsitek Indonesia, Ridwan Kamil ini kaya akan unsur filosofi yang dalam dan merepresentasi keadaan, situasi, dan rasa saat bencana Tsunami terjadi.

Selain museum Tsunami, karya Ridwan Kamil lainnya yang tak kalah populer adalah Rumah Botol, Masjid Merapi, dan juga Masjid Al-Irsyad.

4. Perpustakaan Universitas Indonesia – Budiman Hendropurnomo


Karya terbaik arsitek Indonesia selanjutnya adalah perpustakaan Univeritas Indonesia karya arsitek Indonesia, Budiman Hendropurnomo. Memiliki konsep dan kesan yang mendekati alam, rancangan perpurstakaan karya arsitek Indonesia ini juga memberikan ruang luar yang mampu difungsikan sebagai ruang santai publik yang bisa digunakan masyarakat sekitar.

Ruang-ruang dinamis yang berada di dalam gedung perpustakaan ini membuat bagunan megah karya arsitek Indonesia ini makin mengagumkan.

5. Alor Island Airport / Mali Airport – Nataneka


Alor Island Airport atau dikenal juga dengan nama Mali Airport adalah bangunan karya arsitek Indonesia, Nataneka Architects. Memiliki gubahan masa yang menarik dan unik, menjadikan konsep desain karya arsitek Indonesia, Nataneka memenangkan sayembara untuk pembangunan lapangan udara di Nusa Tenggara Timur ini.

Saking mengagumkannya, karya arsitek Indonesia ini sempat dipamerkan bersama karya arsitek Indonesia lainnya pada pameran arsitektur internasional di Korea Selatan.

6. KCN Office – Atelier Cosmas Gozali


Melihat dari bentuknya saja kamu akan merasa jika bangunan ini layak disebut sebagai karya terbaik. Memiliki bentuk khas arsitektur modern dibanding lingkungan sekitarnya, bangunan ini berhasil tampil standout dan megah.

Lebih membanggakan lagi, bangunan ini dirancang oleh arsitek Indonesia, Cosmas Gozali.  Cosmas Gozali sendiri merupakan arsitek Indonesia yang masih aktif di dunia arsitektur dan dekat dengan dunia seni yang bisa kamu lihat dari keunikan karya-karya arsitek Indonesia satu ini.


7. Konservasi Mbaru Niang (Rumah Adat Suku Wae Rebo) – Yori Antar


Jika arsitek Indonesia sebelumnya terkenal akan karya bangunan modern, Yori Antar putra dari tokoh arsitektur Indonesia, Han Awal, justru tengah dikagumi akan proyek-proyek konservasi arsitektur vernakural Indonesia yang ia jalani.

Salah satu proyek arsitek Indonesia satu ini yang terkenal dan dikagumi adalah konservasi “Mbaru Niang”. Selain itu, ia juga aktif mengembangkan berbagai rumah adat dan arsitektur tradisional Indonesia lainnya yang sudah terancam punah jika tak dilestarikan.

Itulah beberapa nama besar dalam dunia arsitektur Indonesia.








Le Corbusier

Perkotaan"
Le CORBUSIER

Charles-Edouard Jeanneret, yang dikenal dengan sebutan Le Corbusier (October 6, 1887 – August 27, 1965), adalah seorang arsitek dan penulis kelahiran Perancis-Swiss, yang sangat terkenal karena kontribusinya pada modernisme atau international-style. Pemikirannya dipengaruhi oleh apa saja yang ia lihat, terutama kota-kota industri di pergantian abad. Le Corbusier tertarik pada visual art dan menempuh pendidikannya di La-Chaux-de-Fonds Art School. Guru Arsitekturnya pada masa itu adalah arsitek René Chapallaz, yang kemudian menjadi pengaruh terbesar pada desain beliau pada awal karirnya.


Selama Perang Dunia I, Le Corbusier mengajar di sekolah lamanya La-Chaux-de-Fonds Art School, dan tidak kembali ke Paris sampai perang tersebut berakhir. Selama 4 tahun di Swiss, Le Corbusier menelaah banyak teori-teori arsitektur yang menggunakan kaidah teknik arsitektur modern. Salah satu karya Le Corbusier pada masa itu adalah “Domino House” (1914-1915).
"Domino Hause" menjadi konsep bangunan bertingkat yang banyak di gunakan hingga sekarang
Desain tersebut kemudian menjadi dasar dari sebagian besar karya beliau sampai 10 tahun setelahnya, di mana kemudian beliau memulai mendesain karya-karyanya bersama keponakannya, Pierre Jeanneret (1896-1967) sampai tahun 1940. Pada tahun 1918, Le Corbusier bertemu dengan Amédée Ozenfant, seorang pelukis Cubist. Ozenfant mendukungnya untuk melukis, di mana kemudian periode hubungan kerjasama mereka pun dimulai. Dengan menganggap Cubism sebagai sesautu yang irrasional namun “romantis”, mereka kemudian mempublikasikan manifesto mereka, Après le Cubisme dan menetapkan teori pergerakan arsitektur modern yang baru, Purism. Purism Purism adalah suatu bentuk dari Cubism, yang merupakan salah satu pendekatan estetika dalam arsitektur. Le Corbusier dan Ozenfant pertama kali mendeskripsikan prinsip-prinsip dasar teori ini pada tahun 1918. Ekspresi dari Purism adalah ekspresi yang menampilkan kemurnian bangunan yang sepi ornamen, sejalan dengan adagium arsitektur modern yang menilai bahwa: "Ornament is a crime", teori ini muncul karena adanya keinginan untuk melepaskan diri dari penggunaan ornamen dengan berprinsip bahwa tanpa ornamen bangunan bisa tampak lebih indah.
Bangunan rangcangan Le Corbusier, Walau putih dan tanpa ornament tetapi tetap indah
Bermula dari kegagalan Pemerintah Perancis dalam menangani masalah slum area(permukiman kumuh) dan krisis perumahan perkotaan, kemudian beliu terjun ke dalam urban planning(perencanaan perkotaan). Le Corbusier menemukan solusi untuk masalah permukiman kumuh dan krisis perumahan perkotaan. Dengan Architectural Modern, dia yakin dapat memberikan solusi dalam menaikkan kualitas hidup untuk orang kelas bawah.
Solusinya adalah membuat suatu hunian yang cukup untuk banyak orang. Pada tahun 1922, rencana hunian tersebut terealisasikan dengan nama IMMEUBLES VILLAS (1922) suatu hunian yang ia menyebutnya sebagai –Blocks of Cell- seperti individual apartements, suatu bangunan yang memiliki beberapa lantai. Setiap ruangan terdapat R. tamu, R. tidur, dapur, dan taman..
Immeubles Villas tahun1922, menjadi bangunan bertingkat yang mampu menampung banyak masyarakat, seperti apartemen dan rumah susun saat ini.

Selain itu munculnya hasil rancangan Le Corbusier yang bernama CONTEMPORARY CITY(1922) yang dapat menampung 3 juta penduduk. Menunjukkan bahwa dia tidak hanya berkecimpung pada design-design rumah akan tetapi beliau juga mulai untuk men-design kawasan kota.

Contemporery City tahun 1922, dapat menampung 3 juta penduduk sehingga dapat menjadi salah satu solusi krisis permukiman diperkotaan (Prncis) saat itu.
salah satu permukiman saat ini yang mirip dengan Contemporery City

Penambah jalan bebas hambatan (freeways) pada contemporary city, membuat rancangan ini menjadi suatu hunian baru yang low cost, low density, highly profitable, dan bebas dari pertumbuhan permukiman-permukiman kecil yang berpotensi semrawut dan mengurangi mobilitas. Hal ini membuat le Corbusier terkenal dengan sebagai salah satu orang pertama yang menyadari pengaruh mobilitas terhadap bentuk dan rancangan pemukiman manusia. Ia tidak menyukai segala bentuk hiasan atau ornamentasi pada bangunan, dan pernah mengatakan bahwa "semua bangunan seharusnya berwarna putih”.
lagi, Villa Savoye, Poissy-sur-Seine, Perancis bangunan karya Le Corbusier yang berwarna putih sesuai dengan ciri khas le Corbusier yang menyatakan semua bangunan seharusnya berwarna putih
Pada tahun 1930an Le Corbusier kembali mereformulasi idenya tentang perkotaan, kali ini dengan rancangan La Ville Radieuse (The Radiant City). Perbedaan mendasar dengan Contemporery City adalah mengabaikan kelas berdasarkan stratifikasi pemilik lama, namun lebih kepada besarnya keluarga, bukan pada posisi ekonomi. Dengan konsepnya seperti 14m2 untuk 1 orang, Dengan pembangunan secara vertikal, KDB kecil, sehingga area disekitarnya dapat digunakan sebagai taman bermain dan tempat parkir, kemudian dengan adanya tangga penyambung antar blok bangungan.
Radiant City Tahun 1930, dengan konsep memunculkan open space seperti taman dan parkir

Dengan konsep-konsep diatas maka dapat mendukung teori yang dicetuskan oleh le Corbusier yang menyatakan bahwa pusat kota yang besar harus terdiri terutama dari skyscrapers - khusus untuk komersial - dan yang diduduki oleh kawasan ini seharusnya tidak lebih dari 5%. Sisanya 95% harus taman dengan pepohonan.

Rancangan yang sesuai dengan teorinya, dimana didominasi oleh pohon dan tumbuhan
Melihat konsep-konsep yang dikembangkannya pada saat zamannya dan berguna hingga saat ini maka tepatlah julukan yang diberikan kepada sejak dulu yaitu " Leader of modern-better seatlement and better soceity".




Daniel Libeskind’s New Apartment Complex in Milan


Daniel Libeskind’s New Apartment Complex in Milan

In Milan, city officials and development company Assicurazioni Generali are in the midst of transforming Milano Fiera, a 90-acre site first built to host a 1920 trade fair. The location, just west of La Triennale, takes advantage of a rare find: a swath of available land in the historic center of an otherwise dense city. Called City Life, the residential, commercial, and cultural complex is being designed by three different architecture firms: Studio Libeskind, Zaha Hadid Architects, and Arata Isozaki & Associates. City Life will also create a new subway stop for the city’s metro, a system which serves over one million riders each day.

During last month’s Salone Mobile, architect Daniel Libeskind, who conceived the project’s master plan and who moved to the city on a part-time basis to oversee the design, unveiled the residential components his firm created. Situated along City Life’s perimeter, the buildings respond to the scale of their context, ranging from small villas to a 14-story tower. Clad in Italian tile, the structures are contoured with Libeskind’s distinctive angularity. Wood brise-soleils provide shade from the intense Italian sun while softening the appearance of the façades. Collectively, the buildings help frame a central courtyard—a nod to Italy’s architectural history and a big amenity for contemporary life. As Libeskind said in a statement, “While a new lifestyle emerges in Milan, there is a need to connect work and new possibilities of living in a sustainably responsive and environmentally advanced way.”
Cool.