Showing posts with label Indonesian Architecture. Show all posts
Showing posts with label Indonesian Architecture. Show all posts

Massa dan Ruang dalam Arsitektur



Massa dan Ruang dalam Arsitektur

Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa arsitektur itu harus didekati dari perasaan, jadi ada dialog antara lingkungan dan jiwa kita. Jadi ruang menurut kelompok ini, adalah adanya dialog antara lingkungan dengan kita dalam arti 3 demensi. Tokohnya adalah Robert Vischer dan Theodor Lipps, mengatakan bahwa ada 2 ukuran yang dibedakan untuk menilai, yaitu 

1) Optical observation, bentuk adalah bentuk; dan 
2) Aesthetical observation, hanya menekankan pada isi. 

Kemudian Theodor Lipps juga membedakan ruang menjadi 2, ialah 

1) Ruang geometric; dan 
2) Ruang aesthetic. August Schmarsow, mempertegas apa yang dimaksud dengan ide dan ruang serta bentuk dan ruang. 

Menurut August Schmarsow bentuk, adalah hasil dari ide. Karena bergerak pad aide, kemudian membedakan 3 macam ruang, yaitu 
1) Ruang yang tactile (tangible); 
2) Ruang yang mobile; dan 
3) Ruang yang visual

August Schmarsow melihat, bahwa kalau kita ingin mengcreate ruang, kita harus puny aide dan harus didasarkan pada konsep-konsep dasar yang nantinya dapat direalisasikan pada 3 dasar ruang tersebut di atas. 
Alois Riegl, adalah yang menemukan teori mengenai artistic volition (pengalaman). Kita menangkap bentuk kalau kita berpengalaman. Artistic volition tidak tergantung dari pada bahan, cuaca maupun keadaan geografis, tetapi banyak tergantung pada tujuan bahan mentah dan teknik. Karena dasarnya adalah vision, maka artistic volition hanya digunakan atau dikenakan pada elemen-elemen yang formal dapat ditangkap secara optis. 

Dengan demikian, artistic volition hanya memperhatikan beberapa unsur saja, yakni 
1) warna (color); 
2) ruang (space); 
3) bidang (plane); dan 
4) garis besar secara keseluruhan (outline).

Empathy to Planar Vision 

Tokohnya adalah Heinrich Wolfflin dengan anthropomorphic psysiognomy, yang dasar falsafahnya adalah suatu kepercayaan bahwasannya satu bentuk manusia lebih tinggi dari bentuk apapun di dunia. Jadi semua patokan-patokan perencanaannya didasarkan dari bentuk manusia, dengan demikian Heinrich Wolfflin dapat dikatakan selalu menekankan massa sebagai dasar dari arsitektur. 
Emphaty, adalah suatu projeksi imaginative dari suatu pikiran yang subjektif kepada suatu objek. Oleh karena itu, pada akhir abad ke-19 terdapat 2 sekolah arsitektur, yaitu 1) Yang berpendapat dan mempertahankan idea dari ruang; dan 2) Adalah sekolah yang menggunakan pendekatan anthropomorphic symbolism. Heinrich Wolfflin lama-lama dasar pemikirannya berubah karena pengaruh Adolf Hildebrand, dari pemikiran interpretasi psikologi kebentuk visual yang formal. 

Ada 5 rumusan yang dikembangkan oleh kelompok ini (Heinrich Wolfflin, Adolf Hildebrand, dan Alois Riegl) sesuai dengan perkembangan arsitektur pada waktu itu, antara lain adalah: 

1) The urge for the gigantic. Suatu pendekatan arsitektur yang didaktis (kolosal), misal piramida, kolom-kolom yang ada di kuil-kuil besar-besar. Akan tetapi, ruang-ruangnya kurang memberikan dampak disebut kosong. 
2) The wishful reading of cubic reality as a plane. Perkembangan arsitektur yang mulai dengan bidang-bidang (kubus). 
3) The cosmic view of the universe as a finite whole. Pandangan kosmis di Barat lebih luas, dengan batasan teori keterbatasan alam. 
4) The fear of large open space. Adanya perasaan takut pada ruang yang besar, kita tahu pada jaman itu kekuasaan raja sangat mutlak, maka dikembangkan ruang-ruang yang besar. Ada pendapat ruang-ruang yang besar tidak mengenakkan suasana. 
5) The drive to stuff empty surface of walls with decoration in most dwellings. Menghilangkan ornamen, dekorasi maupun hiasan dinding pada tempat tinggal (rumah). Kalau kita perhatikan pada jaman itu, tidak ada tembok yang kosong, semua diisi dengan dekorasi, lukisan, dan lain sebagainya. 

Pernyataan Massa dan Ruang 

Tokoh yang mencoba mengungkapkan teori ini, adalah Brinckmann. Rumusannya banyak memasukkan idea ruang ke dalam urban interior. Brinckmann menyatakan manifestasi dari bagian exterior massa arsitektur adalah hasil kemudian daripada penyelesaian ruang dalam yang ada di dalamnya. Arsitektur yang baik, adalah arsitektur yang memanifestasikan integrasi ruang luar dan ruang dalam. Dengan analisa dan perkembangan yang telah dipikirkan oleh Brinckmann, kemudian mengintroduksi beberapa istilah penting dalam arsitektur, adalah: 

  • Raumbildung (space – formation); 
  • Raumfassung (spatial framing); 
  • Raumanschauung (spatial intuition
  • Raumwirkung (spatial effect); 
  • Raumgestaltung (spatial design); 
  • Raumgefuhl (feeling for space); dan 
  • Raumanordnung (spatial disposition). 

Bernini, adalah seorang tokoh yang mencoba mengetrapkan teorinya pada ruang-ruang yang ada dalam kota. Bernini mencoba menyatukan ruang yang dibina dalam kota dengan ruang yang ada di dalam bangunan. 
Tokoh lain, adalah Frankl. Frankl tidak puas dengan pendapat yang ada pada waktu itu, karena ingin melihat sebetulnya bagaimana perkembangan daripada ruang itu sendiri. Kemudian Frankl menulis morphology daripada ruang (morphology= urutan terjadinya ruang). 

Untuk mengetahui morphology ruang perlu 3 langkah penelitian di dalam arsitektur, ialah: 

1) Historical scientific research of data. Data-data sejarah, untuk ini harus diadakan penelitian; 
2) A theoretical framework of idea. Setelah punya data, kita harus punya kerangka ide (pola pemikiran) yang teoritis; dan 
3) Application of these ideas ti the historical facts

Setelah keduanya kita dapatkan lalu digabungkan. Frankl juga menyimpulkan bahwa ada 4 buah kategori bentuk, ialah 

1) spatial form (bentuk spasial ruang); 
2) corporeal form (bentuk pasif/bentuk nyata); 
3) visual form (bentuk visual); dan 
4) purposive intention (bentuk yang mempunyai tujuan). 

Ruang Organik dan Geometrik 

Tokohnya adalah Erich Mendelsohn. Yang menyimpulkan dari penelitiannya bahwa expressionism dibina oleh 3 macam arsitek, adalah: 

1) Adalah mereka yang memegang prinsip crystalline symbolists yang mengagungkan simbolik, mengagungkan pengalaman ideal di atas keadaan yang realistis; 
2) Adalah arsitek yang selalu menggunakan analisis ruang (dikelompokkan dalam arsitek intelektual); dan 
3) Adalah kelompok arsitek yang mencari bentuk dari bahan dan konstruksi (bahwasannya ada teori elastis, bahannya elastis). 

Ekspresionisme menurut Erich Mendelsohn harus memenuhi ketiga-tiganya, ekspresionisme sangat terkenal sebelum tahun 1920-an, cepat tumbuh cepat mati, tahun 1923 ekspresionisme mati. Erich Mendelsohn adalah orang yang dimanis. Oleh karena itu, konsep arsitektur menurutnya harus memenuhi konsep dinamis dan fungsional. Dengan demikian, arsitektur dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu 

1) Satis, berarti menggunakan struktur-struktur yang rasional, yang disebut kelompok klasik; 2) Dinamis, menggunakan struktur-struktur emotional gothic; dan 
3) Elastis, menggunakan struktur-struktur yang hidup. 

Teori Untuk Arsitektur Hari Depan 

Kalau kita ingin menjadi arsitek dihari depan, kita harus berpindah dari konsep dasar falsafah crystalline ke organic, yakni 

1) Kita harus tetap memperhatikan koordinat, karena koordinat ini sebetulnya adalah titik tolak daripada susunan dari arsitektur, kita harus memperhatikan style yang lalu sampai sekarang; 
2) Kita harus memperhatikan geometri; dan 
3) Kita harus memperhatikan organic mulai dari tahap pendekatan intuitif sampai dengan analisis. 

Theo van Doesburg menulis satu pengertian dasar yang menyinggung mengenai hakekat pendapat yang bergerak dari dasar ekspresi massa ke ekspresi ruang. Pada tahun 1925, Theo van Doesburg merumuskan hukum-hukum ruang yang ternyata menemukan banyak variasi dan variasi itu tidak terhingga menurutnya.
 Beberapa rumusan/patokan ruang yang dapat diajukan antara lain, sebagai berikut: 

1) Spatial kontras, ruang-ruang tersebut dapat dikontraskan; 
2) Spatial desonan, dimana ruang-ruang tersebut dapat desonan jadi tidak harmonis; dan 
3) Spatial komplemen, ada ruang yang komplemen yang mendukung. 

Teori elementarisme dari Theo van Doesburg: Didasarkan pada pendapat yang lebih dinamik, bidang horizontal dan vertikal tidak memuaskan,karena terlalu statis dan pengungkapannya banyak menuju ke arah regional. 

Jadi Theo van Doesburg mencoba elemen di dalam ruang, mencoba mendapatkan ruang yang dinamis. Tokoh yang lain, adalah Eleazer Lissitzky, lebih moderat dan dapat mengerti teori ruang dari Malevich, salah satu tokoh arsitektur dari Rusia, yang merumuskan suprematisme pada tahin 1913. 
Menurut Eleazer Lissitzky ada dua cara untuk merencanakan, yaitu 

1) melalui ruang; dan 
2) melalui bahan. 

Bagaimanapun juga menurutnya bentuk harus direncanakan sesuai dengan gerak dalam ruang. Tahun 1925, Eleazer Lissitzky mengajukan beberapa teori ruang, antara lain: 

1) Planimetric Space. Ruang ini dapat dibentuk dari dua dimensional (secara fisik melalui bidang-bidang dua dimensional). 
2) Perspective Sapace. Ruang ini dapat dibentuk dengan menggunakan titik temu pyramid atau kerucut. Di sini ruang selalu dibatasi. 
3) Irrational Space. Ruang ini dapat menggunakan ruang perspektif dalam jumlah yang tak terhingga. 
4) Imaginary Space. Ruang ini dapat diperoleh/diproduksikan melalui film, di sini tidak ada space sesungguhnya. 

Le Corbusier seorang arsitek dari Prancis mengatakan, bahwa estetika arsitektur didapat dari simplicity dan clarity (kesederhanaan dan kejelasan), dari banayk fenomena keindahan dari unsur-unsur arsitektur. Kemudian Le Corbusier menguranginya menjadi 4 kategori: 

1) Massa; 
2) Bidang; 
3) Denah (plan); dan 
4) Garis-garis yang menentukan. 

Dengan demikian hanya menggunakan bentuk-bentuk elementer, antara lain: 

1) Kubus; 
2) Piramida: dan 
3) Kerucut. 

Tokoh lain, ialah Andre Lurcat, mengatakan bahwa arsitektur hanya ditentukan oleh 4 elemen, di antaranya: 
1) Isi; 
2) Permukaan; 
3) Ruang; dan 
4) Cahaya. 

Pada bagian lain, Vladimir Tatlin, pada tahun 1919 merumuskan mengenai ruang, ialah: 

1) Volume; 
2) Bahan; dan 
3) Konstruksi. 

Berlage, menolak satu pendekatan arsitektur dari luar ke dalam, ingin arsitektur ditempatkan dari dalam baru ke luar. Oleh karena itu, Berlage merumuskan beberapa dasar pendekatan dari hasil pemikirannya mengenai style-style baru, ialah: 

1) Dasar dari semua komposisi adalah geometri, gerakan yang modern itu unity
2) Semua karakteristik dari style-style yang lama harus ditolak; dan 
3) Bentuk arsitektur harus dikembangkan dengan memperhatikan fungsi. 

Ada seorang teoris yang mencoba memberikan warna pada Modern Architecture, ialah M. Schindler. Pada tahun 1912, menulis buku Manifesto, ada butir-butir yang perlu diketahui, adalah: 
1) Bahwa alat arsitektur dalam seni adalah ruang; 
2) Ruang merupakan bahan mentah, jadi ruang merupakan bahan mentah dari arsitektur; dan 
3) Menekankan pada keuntungan, bila kita menggunakan fungsi sebagai dasar perencanaan. 

Tokoh lain dari Amerika, adalah Louis Sullivan, mencari bentuk asli melalui pemikiran genetik mekanistik (tingkah laku dari manusia), kemudian dapat merumuskan Form Follow Function. Di sini ruang sangat penting sekali, karena bentuk massanya mengikuti fungsi, jadi kebalikannya. Teori ini juga disebut bentuk komplementer (Complementary form). 
Source : Antariksa

Massa dan Ruang dalam Arsitektur



Arsitektur dan Dimensi Ruang




Arsitektur dan Dimensi Ruang

Sejak dahulu arsitektur sudah dipermasalahkan. Apakah sebenarnya arsitektur itu? Apakah material yang digunakan sebagai parameter untuk menilai suatu karya arsitektur? Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori-teori ini mendekati dari berbagai sudut pandang, di antarannya: 1. Luis I. Kahn, arsitektur adalah pemikian yang matang dalam pembentukan ruang. Pembaharuan arsitektur secara menerus adalah disebabkan perubahan konsep ruang (Perspecta, IV.p. 2-3); 2. Le Corbusier, arsitektur adalah penataan beberapa massa yang dengan hebat, tepat dan baik sekali digabungkan dengan cahaya (Toward a new Architecture, p. 14); dan
The Pure form of Architecture
3. William Wayne Caudill, bentuk dan ruang adalah bukan arsitektur. Arsitektur terjadi hanya bila seseorang sedang mengalami atau menikmati bentuk dan ruang tersebut (Architecture by Team, 1971). Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil satu kesimpulan mengenai arsitektur, adalah ruang, massa dan manusia merupakan bagian dalam sebuah karya arsitektur.
Form and space is not architecture Architecture occurs only when there is a person to experience it
Teori Ruang Pemikiran mengenai aspek-aspek atau gatra-gatra dari ruang dalam falsafah dan ilmu pengetahuan, sudah dimulai sejak dahulu. Di Timur dikembangkan oleh Lao Tzu dan di Barat dikembangkan oleh Plato. Pemikiran ruang dari Lao Tzu Lao Tzu memulai pemikiran ruang ini sejak 550 BC., dengan bukunya yang sangat terkenal ialah TAO THE CHING (The Way of Becoming), ini diklasifikasikan sebagai dasar falsafah Timur. Konsep filosofinya, ialah yang tidak ada adalah yang utama/pokok yang dijadikan bisa diraba dalam bentuk wadah. Ada tiga tingkatan klasifikasi ruang menurut Lao Tzu, yakni 1) Ruang yang dihasilkan dari penggabungan tectonic (ruang yang diakibatkan oleh struktur yang terdiri dari berbagai unsur-unsur kecil, balok, usuk, kolom, dan sebagainya); 2) Ruang yang dihasilkan dari bentuk stereotomic (bentuk yang didapat dari elemen lentur/plastic); dan 3) Ruang-ruang transitional (ruang yang menghubungkan ruang dalam dan ruang luar). Pemikiran ruang dari Plato Plato kemudian muncul 200 tahun sesudah Lao Tzu. Pola pemikirannya sangat berpengaruh di Barat. Konsep filosofinya, ialah barang nyata itu bisa dilihat, diraba dan yang ada. Falsafah Plato banyak dilakukan melalui ungkapan fisik dari arsitektur dikenal dengan adanya proporsi, yang diambil dari dasar falsafah cosmis yang telah diterjemahkan dalam doktrin proporsi bangunan. Pengikut Plato banyak ahli-ahli yang bukan hanya arsitek. Seorang pengikut yang menonjol adalah Johan Kepler (1571~1830). Johan Kepler mencoba member batasan pada beberapa unsur yang ada di dunia. Api ---- piramida (4 bidang), Udara ---- octahedron (8 bidang), Bumi ---- Kubus (6 bidang), Cosmos ---- dodecahedron (12 bidang), dan Air ---- icosahedron (20 bidang).
Setelah ada simbol-simbol tersebut di atas orang baru dapat membuat proporsi. Proporsi sendiri dikembangkan oleh Fransesco Giorgi (1925), yang dasarnya mengikuti ratio mathematic/ratio harmonic (harmonic proportion ratio). Fransesco Giorgi selalu menghubungkan proporsi dengan musik.
Oktaf a fifth Bentuk lamda Giorgi
Dengan dasar ini menyarankan bahwa perbandingan lebar panjang dari ruang atau bidang seyogyanya 9:27, karena kalau dikatakan 1:3 tidak harmonis. Mengapa 9:27? Karena Fransesco Giorgi melihat perkembangan pada waktu itu dari alat-alat musik adalah diaposan (diaposan=1 oktaf) dan diapante.
Palladio juga mengembangkan patokan umum dari proporsi arsitektural. Proporsi akan mencakup: lebar, tinggi, dan panjang. Perbandingan panjang dan lebar mempunyai dasar yang kuat untuk menentukan tinggi. Ada tujuh macam bentuk ruang di dalam harmonic proportion, adalah: 1) Bentuk bulat; 2) Segi empat (berarti ada perbandingan yang sama antara lebar dan panjang); 3) Diagonal 1:V2 ; 4) 3:4; 5) 2:3; 6) 3:5; 7) 1:2. Sebenarnya dasar perbandingan lebar dan panjang ini mempunyai dasar yang sangat kuat, kalau menentukan tinggi. Sebagai contoh misal: 1) Ruang lebar 6m, panjang 12m, maka tinggi seharusnya 9m; dan 2) kalau lebar 4m, panjang 9m, maka tinggi seharusnya 6m.
Pitagoras, menggariskan angka pertama karena angka 3 itu mempunyai satu bilangan di depan, satu bilangan di tengah dan satu bilangan di belakang. Kalau kita tidak bisa bandingkan itu, maka kita tidak bisa mencapai keharmonisan. Hukum tradisional Pitagoras adalah: Rumus-rumus ini adalah rumus harmonic proportion. Ada satu rumus proporsi yang disebut rumus-rumus proporsi, ialah: Harmonic proportion banyak yang menggunkan pada waktu itu. Ketiga rumus itu sangat dogmatis diikuti oleh semua seniman, baik seni lukis maupun arsitektur semua menggunakan rumus di atas. Sebagai contoh visual, perimbangan yang menyenangkan untuk dilihat dan disebut indah oleh bangsa Yunani dahulu, ialah bentuk empat-persegi dan elipse. Masing-masing mempunyai proporsi 1:1,6 atau kalau dijadikan angka bulat 3:5, perimbangan ini terkenal dengan nama Golden Ratio (perbandingan keemasan).
Penerapan teori proporsi menurut perbandingan keemasan
Kalau kita lihat patokan lain selain proporsi adalah simetri (patokan untuk keindahan). Keduanya mempunyai kekuatan sendiri-sendiri untuk keindahan atau masing-masing mempunyai keindahan sendiri-sendiri. Dengan kata symmetry is the beauty of order Eurythmia ( a symmetry) is the beauty of this position. Dan tidak simetri itu sangat ditentukan oleh proporsi. Simetri jelas kanan dan kiri sama dapat dikatakan seimbang, tidak simetri kanan dan kiri tidak sma dapat dikatakan tidak seimbang. Palladio mengatakan bahwa sebetulnya proporsi memegang rahasia dari seni apapun, jadi kalau kita tidak tahu proporsi tidak tahu akan seni. Johan Kepler merupakan salah satu yang ingin lepas dari proporsi, tetapi masih terpesona dengan bilangan. Dikatakannya pula, bahwa angka, harmoni, dan proporsi memang ada di dalam moral kita, sehingga karakter, sifat, dan affection dari kehidupan manusia banyak ditentukan oleh ketiga hal tersebut. Lebih lanjut, apakah semua proporsi dalam suatu bangunan dapat kita tangkap (dirasakan) dari suatu waktu yang sama. Di luar yang kelihatan hanya tampak, sedang yang di dalam yang kelihatan hanya tembok. Hal ini memberikan suatu kemungkinan bahwa kita dapat menggunakan proporsi berbeda dari bagian yang satu dengan bagian yang lain. Dari ruang pun bisa kita lihat, di antaranya: 1) panjang, lebar, dan tinggi; 2) lobang terhadap dinding; dan 3) massif dan transparan. Ini merupakan suatu ancang-ancang bahwa proporsi itu tidak perlu absolute, proporsi itu seyogyanya relative. Sebagai patokan untuk perancangan arsitektur dengan perbandingan bilangan 1:1,618.
The Golden section (Introduction to ARchitecture Mc Graw-Hill Book Company p.24)
Teori tempat dari Aristoteles Generasi kedua setelah Plato adalah Aristoteles. Aristoteles mencoba mengemukakan mengenai ruang (topos), dengan memberikan lima karakteristik ruang di antaranya: 1) Suatu tempat adalah yang di kelilingi; 2) Tempat itu bukan bagian dari yang mengelilingi; 3) Tempat dari benda tak lebih kecil atau besar dari bendanya itu sendiri; 4) Tempat itu dapat dipisahkan atau ditinggalkan oleh benda itu; dan 5) Apakah tempat itu yang bergerak akhirnya akan berhenti pada suatu tempat, di mana ia berada. Teori d atas dalam perkembangannya mendapat tantangan besar setelah PD II. Teori tersebut direhabilitir. Salah satu tokoh yang memperkuat teori Aristoteles, adalah Kenzo Tange dari Jepang. Kenzo Tange mengakui pentingnya aspek yang abadi dari batas arsitektur meskipun persyaratan-persyaratan yang dibuat manusia berubah. Divine space: The gothic light Teori ini banyak dipengaruhi oleh teologi, terutama teologi nasrani yang mengembangkan gereja. Banyak mazhab yang ada yang paling menonjol adalah gothic light, yang penyelesaiannya banyak dipengaruhi oleh cahaya. Pada waktu itu, bangunan kepercayaan dipengaruhi berdasar penyelesaian idea yang tak teraba (immaterial). Penonjolan dari dari gaya gothic adalah interior yang kemudian dikenal dengan gothic interiordiaphanous structure. Witelo, adalah seorang arsitek yang mengembangkan teori cahaya dan teori perspektif berdasarkan: adanya keremangan member suasana yang khususk. Beberapa batasan kwalitas dari suasana menurut Witelo, adalah: 1) Diaphanitas = transparan; 2) Densitas = kepekatan; 3) Obscuritas = kurang jelas; dan 4) Umbria = lebih kurang jelas. Panofski, mengembangkan stein glass untuk teori transparannya. Ada filosofi gereja yang bertentangan dengan Witelo dan Panofski, yang dikenal dengan Agustinian Philosophy. Berpendapat bahwa, manifestasi Tuhan dalam ungkapan ruang adalah cahaya yang langsung. Tokon-tokoh tersebut di atas dalam mengembangkan teori estetisnya melalui penelitian gereja gothic. Teori tersebut dikembangkan karena keterbatasan kosmos. 

Ketidak terbatasan ruang dalam alam semesta Rene Descartes seorang tokoh dari teori ini mengatakan pendapatnya, De omnibus debutandum: there is only one certainty, namely the fact that one doubt, yang diartikan hanya ada satu kepastian, yakni kenyataan bahwa setiap orang merasa ragu. Dengan pendapat tersebut Rene Descartes membedakan antara conscience (cenderung banyak menyinggung soal moral) dan corporeal ( cenderung banyak menyinggung soal materi). Isaac Newton, juga mengemukakan pendapatnya mengenai absolute space (space yang tidak dapat diraba, homogen dan terbatas) dan relative space (space yang dapat diukur menggunakan kordinat). Louis Kahn, mengatakan pendapatnya mengenai arsitektur yang berkaitan dengan teori di atas ialah, arsitektur adalah sesuatu yang tak dapat diukur (immeasurable) menjadi sesuatu yang dapat diukur (measurable). L. Moholy Magy seorang teoris dari Bauhaus dengan Kinetic Constructive System yang diambil dari hukum fisika mengatakan, bahwa space is the relation between the position of bodies (The New Vision, 1947). Intuisi metafisika dan isi dari bagian-bagiannya Teori ruang dari Kant banyak yang menolak di antaranya adalah Leibniz dan Hume. Mengenai ruang, Kant mengatakan ruang memaksa kita akan idea-idea yang sebenarnya nyata, dan tidak berdasarkan sasaran akhirnya. Hal ini akibat pengalaman dari luar. Jadi sebaiknya idea dari ruang sudah harus kita punyai. Kant juga memberikan satu rumusan tentang beauty atau keindahan, yaitu beauty only exists if it creates universal, necessary, and uninterested satisfaction and has purposeness without purpose. Keindahan ini juga dibedakan oleh Kant menjadi: free beauty (Pulchritudo Vaga) dan dependent beauty (Pulchritudo Adhaerens). Hegel, menekankan bahwa form merupakan ekspresi dari content. Contentnya adalah jiwa atau spirit. 

Di samping itu, Hegel juga membuat kategori dari art (seni): Arsitektur adalah seni yang paling rendah, karena arsitektur banyak menggunakan bahan. Sedangkan yang paling tinggi adalah poetry karena ia immaterial (tak bisa diraba). Para tokoh arsitek berpendapat; baik arsitektur, poetry atau apapun yang termasuk seni, adalah merupakan total work of art (Gesamkunst work). Akhirnya, muncul mazhab dalam arsitektur di antaranya Expressionism, Suprematism, Constructivism, Neo-Plasticism dan Bauhaus School. Mereka akan membawa seni visualnya sendiri-sendiri termasuk arsitektur. Intuisi metafisik dari Kant banyak yang menentang, namun pada hakekatnya teori ini dapat dipertahankan sekitar abad ke-17 dan ke-18. Rangkaian kesatuan ruang = waktu Teori ini didasarkan pada perkembangan ilmu yang tidak langsung menyinggung arsitektur, dan dikembangkan atas dasar teori relativitas. Dengan adanya teori ini konsep Newton mengenai absolute space mulai runtuh. Teori ini dikembangkan pada tahun 1918, maka pada tahun tersebut akan ditemukan teori-teori arsitektur baru. Faraday dan Maxwell (ahli fisika), menghancurkan teori absolute space dengan The static three – dimensional concept of space yang diartikan sebagai, bahwa ruang ditentukan oleh tiga dimensi yang statis. (Herman Weyl, Space Time – Matter 1922) Teori Albert Einstein mengenai ruang (space), adalah ruang itu mempunyai medan nyata, dan bukan suatu ruang yang kosong. Dengan demikian, beda konsep statis adalah panjang, lebar, tinggi + waktu (parameter 3 demensi). Space (median) ditambah dengan waktu, kalau kita perhatikan merupakan salah satu parameter yang sukar diukur. Sebagai contoh: Ruang ini 5 menit yang lalu kosong sekarang penuh, impact dan dampact yang lalu dan sekarang lain, volumenya juga lain. Konsep ruang dari Albert Einstein, ialah: 1) Konsep Aristoteles mengenai ruang adalah tempat; 2) Ruang merupakan isi dari seluruh materi benda; dan 3) Ruang mempunyai 4 medan dimensional. 

Sampai saat ini teori space (ruang) belum berkembang, kenyataannya arsitektur pada sat ini scara simultan merupakan penggabungan dari tiga macam space. Maka dari itu, teori ini dimasukkan dalam continuum (rangkaian kesatuan). Hal ini merupakan tujuh dasar teori dari space, kalau kita percaya bahwa ruang adalah arsitektur, maka ketujuh teori ini adalah filosofinya. Perkembangan-perkembangan pemikiran daripada ruang yang berkembang di Prancis, Inggris, dan Jerman merupakan perkembangan falsafah yang didapat dari pengolahan ketujuh teori di atas. Materialisme dan penggunaan 3 demensi ruang Gottfried Semper, merupakan arsitek pertama yang mengakui bahwa bahan metal mempunyai potensi yang besar dalam arsitektur. Oleh karena itu, Gottfried Semper mencoba dalam ungkapan arsitektur menggunakan bahan-bahan yang telah ada (batu, kayu, baja, dan lain sebagainya), tetapi juga menggunakan textile, ceramic, tectonic, dan stereotomic. Dikatakan bahwa bahan bangunan utama yang selalu berlomba dalam ungkapan arsitektur, fleksibilitas dan lain sebagainya adalah kayu, baja, dan beton. Rumusan Gotffried Semper: Y = F (x, y, z, etc) Y = Total result (Arch) F = fungction x,y,z = variables. Fungsi dari variabel yang ada dalam arsitektur termasuk komponen yang ada (bahan). Variable-variabel tersebut akan banyak dipengaruhi oleh bahan bangunan baru, oleh tujuan perancangan dan teknik pembangunan. Mengenai konsep ruang dari arsitektur, Gotffried Semper memperhatiakn adanya 3 demensi, ialah: Arah sangat penting karena unsur di alam ini mempunyai arah sendiri-sendiri:
Jadi masing-masing mempunyai a fital forcea force of growth a force of movement
by Antariksa





Concept of Beauty in Contemporary Architecture

Concept of Beauty in Contemporary Architecture

Sustainability Changes Understanding of Form & Function in Buildings

Green building concerns like energy efficiency and built-in flexibility are changing the traditional understanding and physical expression of architecture's goals.
Once upon a time, the most important attributes of a building were its aesthetic qualities, structural integrity and fitness for its intended purpose. Sustainability objectives subtly alter this triumvirate by paying more attention to the building’s “soundness” from an environmental perspective.
A building’s fitness or functionality is related to how well it accommodates the building program, or the functions to be conducted in the structure. Aesthetically pleasing design has sought to realize architecture, and by extension form, that was beautiful according to the tastes of the day. Soundness has usually been equated with structural integrity: Will the building stand up to the elements over time?
Aesthetics has often trumped fitness in architecture. Classicism was preoccupied with the articulation of architectural orders on the building façade. Modernism has been equally guilty of formal concerns, as any number of iconic glass and steel structures attest. The concept of form follows function, articulated by architects like Louis Kahn, developed in reaction to Modernism’s excesses.
Kahn’s best work ironically represents an effortless-looking marriage between function and form. The first-time viewer can hardly discern which came first: the goal of making a beautiful building or meeting the requirements of the building program. The Capital Complex in Dhaka and Kimbell Museum in Fort Worth both reveal a contemporary aesthetic in concrete with ancient formal references.
Careful detailing of the structure and a thorough grasp of building science principles are required to render a building sound. Mies van der Rohe is often credited with the dictum, “God is in the details,” a reminder that buildings only endure if properly designed, detailed and constructed.

Sustainable Considerations in Buildings

Soundness has acquired new meaning with the advent of sustainable design. Environmental considerations can shape buildings physically in several ways.
Designers of sustainable structures may incorporate solar panels to harvest energy passively. A residence clad in solar panels inevitably has a different aesthetic than a conventional suburban house. Multi-unit residential buildings that eliminate thermal bridges caused by extensive use of glazing and concrete decks do not resemble conventional glass-panelled high-rise towers.
Passive solar strategies often borrow design elements from local vernacular architecture to address harsh regional climatic conditions. In the southern US, louvers and sunshades, together with light-coloured building materials for cladding and roofing purposes, reduce heat gain. Thermal mass provided by insulated walls can reduce heat gain and heat loss, enhancing thermal comfort in all climate zones.
Sustainable design ensures that every occupant has access to views out, natural light and where possible, natural ventilation. This strategy has an effect on building floor plates, sometimes resulting in narrower floor plans or highly articulated ones that expose interior zones to two or more exposures.
Designers of green buildings are less concerned with producing iconic architecture than structures that reduce fossil fuel consumption. The design’s adaptability to changing programmatic and cultural conditions is another important factor in environmentally-conscious design.

Changing Aesthetic

The idea of beauty in architecture is gradually changing as more sustainable building occurs. Selecting local building materials in order to reduce transportation distances, and providing greater opacity in cladding materials to enhance energy performance are just two examples of design criteria that are changing how buildings look.
The designer’s challenge is to produce an ecologically sound edifice without compromising contemporary ideas of beauty. There are enough good examples of sustainable design that is sound, fit for its purpose and a delight to behold to encourage even the harshest critic of contemporary architecture.

Concept of Beauty in Contemporary Architecture Video :



Contemporary Architecture Making Up For A Harsh Environment



Contemporary Architecture Making Up For A Harsh Environment

EDDI’s House was named after the nickname of one of the architects and is said to be located in a very harsh environment. This is why this project is not about connecting the home with its exterior, but rather emphasizing on the interior. Here is more official information: “The design concept is “Go in to go out,” meaning that the house has an outside patio at the center of the house onto which each and every room looks out. Furthermore, a balcony is placed above and adjacent to the central patio overlooking it such that this combination of open spaces creates an “interface” between the outside proper and the inside that acts a filter, a buffer, or a cushion between the two zones.” The large and spacious interiors all pointing to the inner patio make up for the unfriendly environment, turning this project into an isolated but extremely elegant crib. 

















Contemporary Architecture Making Up For A Harsh Environment Video :




Redefining Batik in Modern House



Redefining Batik in Modern House
 
Memilih batik sebagai satu titik awal menghadirkan desain hunian dengan tampilan elegan ternyata juga memberikan pengalaman rasa yang berujung pada kualitas ekspresif di dalamnya. Arsitek Rudy Kelana dari Wahana Architects selalu merasa perlu untuk memiliki dialog yang baik dengan klien tentang seperti apa kehidupan mereka. “Tidak pernah cukup hanya mendengarkan kebutuhan-kebutuhan pemilik rumah, tetapi perlu juga datang dan melihat seperti apa mereka di rumah mereka terdahulu,” jelas Rudy.


Bagi arsitek, bentuk lahan yang tidak beraturan seluas 427 m2 di depan taman lingkungan ini menjadi tantangan menarik. Dua massa utama dihubungkan oleh satu massa penghubung; mewadahi kamar tidur utama yang berkesan mengambang, taman di bawahnya, area kolam renang, dan teras yang mengaburkan ruang luar dan dalam. Area lahan sisa yang menjorok keluar dan sempit kemudian dimanfaatkan sebagai tangga dan menjadi galeri untuk koleksi lukisan dan benda antik lainnya.


“Pada dasarnya pemilik rumah memiliki gaya hidup yang santai, sangat menyukai kayu, bahkan memiliki koleksi furnitur antik yang cukup banyak. Batik kemudian dipilih menjadi cara untuk bisa menyatukan semuanya tanpa kehilangan esensi elegan secara visual,” papar Rudy Kelana. Kehadiran pola batik pada beberapa dinding massa bangunan dan juga interior dipadukan dengan jendela jalusi yang berkesan sangat lokal mengikuti konsep kombinasi warna kayu dan abu-abu beton yang kemudian diperkaya dengan lantai marmer Malaka Grey.

“Rumah ini adalah modernitas yang dibungkus oleh batik. Tatanan ruang
di dalamnya tidak formal dengan akses utama menggunakan ram menuju ke dalam rumah tanpa harus ada simbol atau fisik pintu utama. Di sini pola ruang yang serba terbuka dan modern mewadahi gaya hidup yang santai dan tetap tampil elegan dengan ekspresi batik pada berbagai bagiannya.”

Motif batik memang merepresentasikan kebudayaan jawa, Tetapi sentuhan modern dari tatanan ruang yang serba terbuka sangat sesuai dengan gaya hidup pemilik rumah yang santai. Di ruang foyer menuju ruang duduk terdapat sekat-sekat yang bisa digeser untuk membuat proporsi ruang menjadi nyaman sesuai dengan kegiatan. Hunian ini diakses melalui ramp panjang di antara dua masa ke lantai dua yang mewadahi ruang komunal seperti ruang makan, ruang keluarga, teras dan juga ada perpustakaan yang dirancang transparan. Sementara, kamar tidur anak terletak di lantai tiga.


Dengan tetap memanfaatkan kayu dari bongkaran rumah terdahulu, hunian ini seakan tidak memiliki pintu utama dan diwujudkan dari tatanan ruang yang memungkinkan penghawaan dan pencahayaan alami bisa hadir dengan baik. Sebuah hunian di iklim tropis yang sarat unsur budaya dan semua dihadirkan dengan elegan.


General Info :

Site area : 427 m2
House : 947 m2
Principal Architect : Rudy Kelana, Gerard Tambunan, Sofia Purba
Architect Firm : Wahana Architects
Contractor : Wahana Cipta Selaras & Neron Construction
Lighting : Infiniti lighting
Landscape : Sanggar Kemuning
Interior : Platform Architects
Structure : Ricky Theo
Wall paint indoor and outdoor : Mowilex
Wood paint : Propan
AC Unit : Daikin
Main floor : Malaka Grey






Mengintip 7 Hasil Karya Terbaik Dari Arsitek Indonesia

Mengintip 7 Hasil Karya Terbaik Dari Arsitek Indonesia

1.. Menara Phinisi UNM – Yu Sing



Yu Sing adalah arsitek Indonesia asal kota Bandung yang terkenal akan kemampuannya bermain dengan material-material daur ulang yang berani dan juga konsep bangunan dan rumah ramah lingkungan. Salah satu karya megah dan terbaik dari arsitek Indonesia satu ini adalah Menara Phinisi UNM. Melalui karya Yu Sing satu ini, kamu bisa melihat gaya kontemporer yang memang selalu identik dengan rancangan-rancangan yang ia buat.

2. Masjid Istiqlal – Fredrich Silaban

Museum Tsunami adalah salah satu karya arsitek Indonesia terbaik selanjutnya. Digagas sebagai monumen simbolis bencana Tsunami pada 2004, bangunan megah karya arsitek Indonesia, Ridwan Kamil ini kaya akan unsur filosofi yang dalam dan merepresentasi keadaan, situasi, dan rasa saat bencana Tsunami terjadi.

Selain museum Tsunami, karya Ridwan Kamil lainnya yang tak kalah populer adalah Rumah Botol,


Fredrich Silaban adalah salah satu arsitek Indonesia pada era kemerdekaan yang dikagumi tak hanya oleh sesama arsitek Indonesia, namun juga oleh arsitek dunia. Dari sekian banyak karyanya, salah satu yang terkenal dan masih berdiri megah hingga saat ini adalah Masjid Istiqlal.

Karya Fredrich Silaban ini merupakan hasil memenangkan sayembara yang dibuat oleh Bung Karno. Masjid karya arsitek Indonesia satu ini bahkan sempat menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara pada era 1970-an.

3. Museum Tsunami Aceh – Ridwan Kamil


Museum Tsunami adalah salah satu karya arsitek Indonesia terbaik selanjutnya. Digagas sebagai monumen simbolis bencana Tsunami pada 2004, bangunan megah karya arsitek Indonesia, Ridwan Kamil ini kaya akan unsur filosofi yang dalam dan merepresentasi keadaan, situasi, dan rasa saat bencana Tsunami terjadi.

Selain museum Tsunami, karya Ridwan Kamil lainnya yang tak kalah populer adalah Rumah Botol, Masjid Merapi, dan juga Masjid Al-Irsyad.

4. Perpustakaan Universitas Indonesia – Budiman Hendropurnomo


Karya terbaik arsitek Indonesia selanjutnya adalah perpustakaan Univeritas Indonesia karya arsitek Indonesia, Budiman Hendropurnomo. Memiliki konsep dan kesan yang mendekati alam, rancangan perpurstakaan karya arsitek Indonesia ini juga memberikan ruang luar yang mampu difungsikan sebagai ruang santai publik yang bisa digunakan masyarakat sekitar.

Ruang-ruang dinamis yang berada di dalam gedung perpustakaan ini membuat bagunan megah karya arsitek Indonesia ini makin mengagumkan.

5. Alor Island Airport / Mali Airport – Nataneka


Alor Island Airport atau dikenal juga dengan nama Mali Airport adalah bangunan karya arsitek Indonesia, Nataneka Architects. Memiliki gubahan masa yang menarik dan unik, menjadikan konsep desain karya arsitek Indonesia, Nataneka memenangkan sayembara untuk pembangunan lapangan udara di Nusa Tenggara Timur ini.

Saking mengagumkannya, karya arsitek Indonesia ini sempat dipamerkan bersama karya arsitek Indonesia lainnya pada pameran arsitektur internasional di Korea Selatan.

6. KCN Office – Atelier Cosmas Gozali


Melihat dari bentuknya saja kamu akan merasa jika bangunan ini layak disebut sebagai karya terbaik. Memiliki bentuk khas arsitektur modern dibanding lingkungan sekitarnya, bangunan ini berhasil tampil standout dan megah.

Lebih membanggakan lagi, bangunan ini dirancang oleh arsitek Indonesia, Cosmas Gozali.  Cosmas Gozali sendiri merupakan arsitek Indonesia yang masih aktif di dunia arsitektur dan dekat dengan dunia seni yang bisa kamu lihat dari keunikan karya-karya arsitek Indonesia satu ini.


7. Konservasi Mbaru Niang (Rumah Adat Suku Wae Rebo) – Yori Antar


Jika arsitek Indonesia sebelumnya terkenal akan karya bangunan modern, Yori Antar putra dari tokoh arsitektur Indonesia, Han Awal, justru tengah dikagumi akan proyek-proyek konservasi arsitektur vernakural Indonesia yang ia jalani.

Salah satu proyek arsitek Indonesia satu ini yang terkenal dan dikagumi adalah konservasi “Mbaru Niang”. Selain itu, ia juga aktif mengembangkan berbagai rumah adat dan arsitektur tradisional Indonesia lainnya yang sudah terancam punah jika tak dilestarikan.

Itulah beberapa nama besar dalam dunia arsitektur Indonesia.








Le Corbusier

Perkotaan"
Le CORBUSIER

Charles-Edouard Jeanneret, yang dikenal dengan sebutan Le Corbusier (October 6, 1887 – August 27, 1965), adalah seorang arsitek dan penulis kelahiran Perancis-Swiss, yang sangat terkenal karena kontribusinya pada modernisme atau international-style. Pemikirannya dipengaruhi oleh apa saja yang ia lihat, terutama kota-kota industri di pergantian abad. Le Corbusier tertarik pada visual art dan menempuh pendidikannya di La-Chaux-de-Fonds Art School. Guru Arsitekturnya pada masa itu adalah arsitek René Chapallaz, yang kemudian menjadi pengaruh terbesar pada desain beliau pada awal karirnya.


Selama Perang Dunia I, Le Corbusier mengajar di sekolah lamanya La-Chaux-de-Fonds Art School, dan tidak kembali ke Paris sampai perang tersebut berakhir. Selama 4 tahun di Swiss, Le Corbusier menelaah banyak teori-teori arsitektur yang menggunakan kaidah teknik arsitektur modern. Salah satu karya Le Corbusier pada masa itu adalah “Domino House” (1914-1915).
"Domino Hause" menjadi konsep bangunan bertingkat yang banyak di gunakan hingga sekarang
Desain tersebut kemudian menjadi dasar dari sebagian besar karya beliau sampai 10 tahun setelahnya, di mana kemudian beliau memulai mendesain karya-karyanya bersama keponakannya, Pierre Jeanneret (1896-1967) sampai tahun 1940. Pada tahun 1918, Le Corbusier bertemu dengan Amédée Ozenfant, seorang pelukis Cubist. Ozenfant mendukungnya untuk melukis, di mana kemudian periode hubungan kerjasama mereka pun dimulai. Dengan menganggap Cubism sebagai sesautu yang irrasional namun “romantis”, mereka kemudian mempublikasikan manifesto mereka, Après le Cubisme dan menetapkan teori pergerakan arsitektur modern yang baru, Purism. Purism Purism adalah suatu bentuk dari Cubism, yang merupakan salah satu pendekatan estetika dalam arsitektur. Le Corbusier dan Ozenfant pertama kali mendeskripsikan prinsip-prinsip dasar teori ini pada tahun 1918. Ekspresi dari Purism adalah ekspresi yang menampilkan kemurnian bangunan yang sepi ornamen, sejalan dengan adagium arsitektur modern yang menilai bahwa: "Ornament is a crime", teori ini muncul karena adanya keinginan untuk melepaskan diri dari penggunaan ornamen dengan berprinsip bahwa tanpa ornamen bangunan bisa tampak lebih indah.
Bangunan rangcangan Le Corbusier, Walau putih dan tanpa ornament tetapi tetap indah
Bermula dari kegagalan Pemerintah Perancis dalam menangani masalah slum area(permukiman kumuh) dan krisis perumahan perkotaan, kemudian beliu terjun ke dalam urban planning(perencanaan perkotaan). Le Corbusier menemukan solusi untuk masalah permukiman kumuh dan krisis perumahan perkotaan. Dengan Architectural Modern, dia yakin dapat memberikan solusi dalam menaikkan kualitas hidup untuk orang kelas bawah.
Solusinya adalah membuat suatu hunian yang cukup untuk banyak orang. Pada tahun 1922, rencana hunian tersebut terealisasikan dengan nama IMMEUBLES VILLAS (1922) suatu hunian yang ia menyebutnya sebagai –Blocks of Cell- seperti individual apartements, suatu bangunan yang memiliki beberapa lantai. Setiap ruangan terdapat R. tamu, R. tidur, dapur, dan taman..
Immeubles Villas tahun1922, menjadi bangunan bertingkat yang mampu menampung banyak masyarakat, seperti apartemen dan rumah susun saat ini.

Selain itu munculnya hasil rancangan Le Corbusier yang bernama CONTEMPORARY CITY(1922) yang dapat menampung 3 juta penduduk. Menunjukkan bahwa dia tidak hanya berkecimpung pada design-design rumah akan tetapi beliau juga mulai untuk men-design kawasan kota.

Contemporery City tahun 1922, dapat menampung 3 juta penduduk sehingga dapat menjadi salah satu solusi krisis permukiman diperkotaan (Prncis) saat itu.
salah satu permukiman saat ini yang mirip dengan Contemporery City

Penambah jalan bebas hambatan (freeways) pada contemporary city, membuat rancangan ini menjadi suatu hunian baru yang low cost, low density, highly profitable, dan bebas dari pertumbuhan permukiman-permukiman kecil yang berpotensi semrawut dan mengurangi mobilitas. Hal ini membuat le Corbusier terkenal dengan sebagai salah satu orang pertama yang menyadari pengaruh mobilitas terhadap bentuk dan rancangan pemukiman manusia. Ia tidak menyukai segala bentuk hiasan atau ornamentasi pada bangunan, dan pernah mengatakan bahwa "semua bangunan seharusnya berwarna putih”.
lagi, Villa Savoye, Poissy-sur-Seine, Perancis bangunan karya Le Corbusier yang berwarna putih sesuai dengan ciri khas le Corbusier yang menyatakan semua bangunan seharusnya berwarna putih
Pada tahun 1930an Le Corbusier kembali mereformulasi idenya tentang perkotaan, kali ini dengan rancangan La Ville Radieuse (The Radiant City). Perbedaan mendasar dengan Contemporery City adalah mengabaikan kelas berdasarkan stratifikasi pemilik lama, namun lebih kepada besarnya keluarga, bukan pada posisi ekonomi. Dengan konsepnya seperti 14m2 untuk 1 orang, Dengan pembangunan secara vertikal, KDB kecil, sehingga area disekitarnya dapat digunakan sebagai taman bermain dan tempat parkir, kemudian dengan adanya tangga penyambung antar blok bangungan.
Radiant City Tahun 1930, dengan konsep memunculkan open space seperti taman dan parkir

Dengan konsep-konsep diatas maka dapat mendukung teori yang dicetuskan oleh le Corbusier yang menyatakan bahwa pusat kota yang besar harus terdiri terutama dari skyscrapers - khusus untuk komersial - dan yang diduduki oleh kawasan ini seharusnya tidak lebih dari 5%. Sisanya 95% harus taman dengan pepohonan.

Rancangan yang sesuai dengan teorinya, dimana didominasi oleh pohon dan tumbuhan
Melihat konsep-konsep yang dikembangkannya pada saat zamannya dan berguna hingga saat ini maka tepatlah julukan yang diberikan kepada sejak dulu yaitu " Leader of modern-better seatlement and better soceity".