"Modern Movement in Indonesian Architecture","Perkembangan Arsitektur di Indonesia"
ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN
Empat Bangunan Tua di Kawasan Kota Direnovasi
Empat Bangunan Tua di Kawasan Kota Direnovasi
Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-476 Kota Jakarta, panitia JakArt@2003 mempunyai agenda merenovasi empat bangunan berusia sekitar dua abad di Jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur. Upaya renovasi dilakukan dalam rangka menghidupkan kembali Kota Tua yang “mati” dan seolah terlupakan.
Salah satu bangunan yang saat ini tengah direnovasi adalah bekas kantor Bank Bumi Daya di Jalan Kali Besar Barat. Khusus bangunan ini, panitia JakArt@2003 bekerja sama dengan Standard Chartered Bank dan Bank Mandiri. Tiga bangunan di Jalan Kali Besar Timur adalah Gedung Kota Bawah yang nantinya akan dijadikan arena pergulatan seni dan budaya, juga gedung-gedung yang saat ini masih digunakan untuk kantor.
Renovasi empat bangunan tua tersebut merupakan bagian dari Festival Kali Besar yang telah diselenggarakan sejak tanggal 1 Juni lalu oleh Sukarelawan JakArt.
Tujuan utama renovasi adalah menunjukkan kepada masyarakat dan Pemerintah Provinsi DKI bahwa daerah Kali Besar yang telah dilupakan orang ternyata masih memiliki potensi budaya dan nilai sejarah yang bermakna dalam industri pariwisata.
Menurut Koordinator Arsitektur JakArt@2003 Imron Yusuf, renovasi bangunan tua tersebut meliputi dua bagian, yaitu interior dan eksterior. “Hanya sedikit bangunan tua di kawasan Kota ini yang terawat rapi dan bersih. Kebanyakan semrawut. Kota tua menjadi satu kawasan yang terlupakan,” katanya, Minggu (22/6).
Saat ini, sebagian bangunan di Jalan Kali Besar sedang dicat ulang menggunakan cat nonakrilik yang merupakan campuran kapur, singkong, dan air. “Dulu, karena belum ada semen, bangunan memakai plester. Dengan bahan itu, air bisa bernapas, masuk ke pori-pori dan bisa keluar lagi. Jika menggunakan cat akrilik, air tidak akan bisa bernapas sehingga bangunan mudah rapuh. Ini yang sering kurang dipahami pihak-pihak yang menggunakan bangunan tua di sini. Untuk syuting sinetron, misalnya, para kru sering mengecat sembarangan,” kata Imron.
Standard Chartered
Menurut Chief Executive Officer Standard Chartered Stewart D Hall, bangunan bekas Bank Bumi Daya itu pernah menjadi kantor Standard Chartered hingga tahun 1960-an. “Gedung itu luar biasa, karakternya kuat, dan terletak di kawasan bersejarah pada Oud Batavia. Kawasan Kota ini mempunyai potensi budaya dan sejarah yang kuat untuk dikembangkan. Juga untuk tempat komersial dan perdagangan,” katanya.
Menurut rencana, renovasi bangunan berlantai tiga dengan luas lantai dasarnya mendekati 1.000 meter persegi itu akan selesai sebelum September tahun ini.
Imron Yusuf mengatakan, Gedung Kota Bawah nantinya akan dijadikan pusat budaya dan seni pertunjukan. “Setelah kami renovasi, nantinya gedung itu, kalau bisa, dijadikan tempat untuk pameran, pertunjukan teater dan musik, dan lain- lain sehingga kawasan Kota menjadi hidup,” katanya.
Komite JakArt@2003 Ahmad Djuhara menambahkan, bangunan yang dulu pernah dipakai Standard Chartered adalah contoh sangat baik untuk menggambarkan satu jejak sejarah kota.
Kompas mencatat, gagasan untuk merevitalisasi kawasan Kota seluas 139 hektar di Jakarta Utara dan Jakarta Barat tersebut sudah bergulir lama, yaitu pada tahun 1970-an. Tahun 1972-1974, ketika Jakarta dipimpin Ali Sadikin, beberapa bangunan dipugar, yaitu Museum Sejarah Jakarta, Museum Bahari, Gedung Joang 45, Museum Sumpah Pemuda, dan gedung lain. Namun, pemugaran dan revitalisasi itu kemudian terhenti hingga sekarang. (IVV)
Empat Bangunan Tua di Kawasan Kota Direnovasi VIDEO
Essence of Architecture
Meletakkan Situs Majapahit Dalam Tataran Pelestarian Budaya
Peradaban Dalam Sejarah Perkotaan
Antariksa
Dalam pemikiran Syoberg (1960), ada tiga prasyarat utama untuk dapat lahir dan berkembangnya kota praindustri, yaitu
1, adalah lingkungan ekologis yang mendukung;
2, adalah teknologi, dan
3, adalah organisasi yang memiliki struktur kekuasaan (power structure) nyata.
Ketiga persyaratan di atas harus dipenuhi untuk melahirkan entitas komunitas yang disebut
- lingkungan ekologis berupa lahan yang sesuai serta kondisi iklim yang cocok sangat diperlukan bagi kehidupan penduduk; dan
- teknologi pertanian mendukung budidaya pertanian, mengatasi kebutuhan pergerakan manusia.
Apa yang oleh Gordon Childe (1957), disebutkan sebagai “pekerjaan umum” (public works) meliputi prasarana perkotaan, seperti jalan, persediaan air (water supply) dan pematusan (drainage), kompleks permukiman dan bangunan-bangunan umum peribadatan, candi dan monumen-monumen. Organisasi sosial yang cukup maju sebagai wahana ekonomi dan politik.
Definisi
Batasan
Penelitian Giedeon Sjoberg (1965) dan Spiro Kostof (1992), memberikan rangkuman kesimpulan hipotetis yang lebih luas, di antaranya, yaitu bahwa kota-kota praindustri di mana saja, di Eropa, di India atau di Cina, mempunyai pola dasar keruangan yang sama, baik berkaitan dengan struktur sosial maupun struktur ekonomi, kecuali bagi unsur kota yang memiliki kandungan nilai budaya khusus. Adanya nilai budaya yang bersifat khas dalam masyarakat
Pola
Secara teoritis pemakaian pola ini didasari atas dua macam pertimbangan (Stanislawski, 1946):
Pertama, adalah alasan efisiensi penggunaan ruang, berkaitan dengan anggapan bahwa bangunan pada umumnya berbentuk persegi (rectangular).
Kedua, adalah alasan berkaitan dengan penyiapan jalan untuk keperluan barisan prosesi memanjang dan lurus (straight processional street).
Dari Mohenjo Daro, pola kota ini menyebar ke berbagai wilayah, ke arah barat ke negara-negara Timur Tengah, seperti Yunani dan Romawi serta kemudian, ke negara Eropa lainnya, danke arah timur, meliputi bagian India lainnya, dan Cina. Penyebaran tersebut juga disertai segenap konsepsi, nilai manfaat strategis beserta persyaratannya.
Selanjutnya, Stanislawski (1946) merumuskan beberapa butir pokok pola
Pertama, pola
Kedua, pola
Ketiga, pola papan catur dapat diterapkan dalam pembangunan kota-kota satelit atau
Keempat, pola ini cocok untuk menyiapkan gubahan ruang
Kelima, agar pemanfaatan pola
Pola tengah dan lingkaran tepian
Pola sirkular, yang lahir kemudian merupakan upaya alternatif untuk menghindari pola ruang geometris yang cenderung kaku kurang individual, namun kemudian pemanfaatan pola sirkular untuk mewadahi pandangan kosmologis. Paham ini bahkan menempatkan penguasa atau raja pada kedudukan puncak pada pusat lingkaran pengaruh kuasa, yang dikenal dengan lingkar mandala.
Konsep kosmologis dalam penataan
a. Proses dari urbanisasi
b. Bentuk urban
City-regions umumnya bukan karena political, tetapi dibuat oleh lusinan pemerintah lokal yang berjuang dengan penuh semangat untuk mempertahankan independen dari pemerintah pusat,dan mereka bukan keseluruhan dari bagian unit sosial dan ekonomi yang sama.
1. low residential density;
2. high home ownership rate; 2. jarak yang tajam antara pusat
3. the long length of daily journey to work.
c. Arsitektur modern
d. Lansekap sosial
Percampuran etnik dan ras di kota-kota besar Kanada secara dramatis telah berubah dalam
Persepsi kebudayaan dari kota-kota dapat digunakan pertama, untuk antropologi seperti ditegaskan oleh Clifford Geertz, The Interpretation of Culture (1973), seikat dari aktivitas dan nilai yang membentuk karakter dari masyarakat, dalam kasus ini adalah, masyarakat di perkotaan. Kedua, digunakan secara terbatas di mana budaya disamakan dengan seni dan kebiasaan, dan terutama dengan bidang melukis dan musik.
a. Urbaniti sebagai sebuah budaya
1. Dalam pandangannya,
2.
3.
4. Max Weber, dengan peran budaya terhadap kota dalam The City (1905), mengatakan bahwa konsep kota menekankan kesopanan (urbanity) – wujud kosmopolitan dari urban experience. Melalui wujudnya, sebuah
5. Dalam Community Design and the Culture of Cities (1990), Eduardo Lozanourbanity sama seperti city dengan civilization. Argumentasinya, bahwa urbane community (komunitas yang berbudi) adalah salah satu yang menawarkan wargakota berbagai lifestyles – kesempatan untuk memilih, bertukar dan interaksi. Lozano percaya bahwa, bentuk ideal era sebelumnya dari sejarah perkotaan, seperti order (aturan) dan diversity (perbedaan), harus diintroduksi kembali ke dalam kota-kota yang berkharakter membosankan dan membingungkan. William Sharpe dan Leonard Wallock dalam Visions of the Modern City (1983), dalam pengantarnya menjelaskan bahwa, kota telah terlihat sedikitnya sebagai pemandangan sosial dan psikologi, keduanya memproduksi dan merefleksikan kesadaran modern;
6. Contoh lain adalah issue spesial dalam Journal of Urban History berjudul “Cities as Cultural Arenas”. Beberapa tingkat dari urban self-perception menjelajah dari
7. Konsep provokatif dari urbanity yang menekankan perbedaan-perbedaan daripada komunitas (Thomas Bender). Bender percaya bahwa, notion dari komunitas bukan salah satu yang efektif dapat diterapkan pada pusat-pusat perkotaan yang besar, bila oleh komunitas dimaksudkan ikatan dari penduduk dari kesamaan ketertarikan dan nilai-nilai. Argumentasinya, bahwa notion of the city secara kolektif didasari oleh perbedaan daripada kesamaan.
1.Witold Rybezynski mengatakan “budaya telah menjadi industri besar di beberapa
2. Menurut Jon Caufield, beberapa lukisan terlihat “menangkap atau melambangkan aspek krusial dari pengertian
3. Public art secara tradisional memberikan rasa pada
Sumber Pustaka
Ansy’ari, S.I. 1993. Sosiologi Kota dan Desa.
Catanese, A. J. & J. C. Snyder. 1989. Perencanaan Kota. Eds. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Daldjoeni, N. 1977. Seluk Beluk Masyarakat
Evers, H.-D. & R. Korff 2002. Urbanisme di Asia Tenggara: Makna dan Kekuasaan Dalam Ruang-Ruang Sosial.
Gallion, A. B. &
Hermanislamet, B. 1999. Tata Ruang Kota Majapahit, Analisis Keruangan Pusat Kerajaan Hindu Jawa Abad XIV di Trowulan Jawa Timur. Disertasi, Tidak dipublikasikan.
Lynch, K. (1987).
Nas, d. P. J. M. 1979.
Peresthu, A. 2004. Globalisasi dan Transformasi Urban. Network: ALFA-Ibis Research
Spreiregen, P. D. 1965. Urban Design: The Architecture of Towns and Cities.
Stelter, G.A. 1996. Introduction to the Study of Urban History, Part I General Concept and Sources. University of
Beberapa Pemikiran Dalam Desain Arsitektur
Antariksa Pemikiran-pemikiran dalam desain arsitektur telah berkembang menjadi doktrin-doktrin yang banyak digunakan dalam merancang bangunan. Proses ini menjadi bagian dari perkembangan pemikiran arsitektur Barat yang banyak diserap dan digunakan dalam merancang bangunan, tentu saja dengan kelebihan dan kekurangannya. Kemudian Jones (1970) merangkum baik kelebihan dan kekurangan pendekatan terhadap desain ini dalam sebuah penggambaran proses tersebut sebagai “desain dengan cara gambar”. Jika seorang desainer tidak bena-benar membuat sebuah objek, maka ia harus merepresentasikan dengan cara lain. Hingga sejauh ini cara yang paling umum dan berpengaruh untuk mempresentasikan sebuah desain adalah gambar (Lawson 2007:27).
Akan tetapi, dengan pemikiran fungsionalis, tidak berdiri sendiri, tetapi justru dalam suatu hubungan tertentu memperoleh arti dan maknanya. Dengan demikian pemikiran fungsionalis akan menyangkut hubungan, pertatutan dan relasi (van Peursen 1976:85). Istilah “fungsionalis” lalu dapat dijadikan sarana untuk meringkas dan menjelaskan sejumlah gejala modern. Gejala itu juga nampak dalam seni bangunan; bukan gedung sendiri menjadi tujuan, seperti dalam pandangan substansialistis, melainkan “komposisi ruang”, seperti misalnya diperbuat oleh M. Breuer, yang antara lain merencanakan gedung Supermarket di Rotterdam. Menurut van Peursen (1976:95) sebenarnya gedung tersebut ingin memperlihatkan, bagaimana manusia bekerja dan berfungsi di dalamnya, mencetuskan arti kehidupan manusia di dalam gedung itu dan sekitarnya. Karena terlalu memikirkan fungsi, banyak arsitek modern menyingkirkan dimensi tersebut. Justru karena terlalu berfokus kepada fungsi (utility), karya seni modern hanya merupakan sebuah teknik membangun tanpa nuansa artistik. Dimensi artistik telah lenyap dari karya seni modern. Padahal sebuah struktur bangunan memerlukan dimensi artistik agar dapat menyampaikan suatu kisah atau melambangkan suatu dunia imajiner (Grenz 2001:41). Dalam pandangan arsitek sekarang fungsi masih berperan meskipun permainan bentuk yang estetis menjadi ciri di setiap periode.
Inventifitas diperlukan untuk mencapai perombakan dalam pandangan, tidak untuk memusnahkan sesuatu, melainkan untuk mencapai suatu pembaharuan yang menyelamatkan. Inventifitas berarti kaya akal, cerdas yang dapat memuncak menjadi “kreativitas”. Di sini inventifitas sungguh menciptakan sesuatu yang baru. Menurut A. Koestler bila seseorang karena fantasinya yang kreatif dan karena jalan pikirannya yang inventif dapat memasukkan unsur yang sama ke dalam dua sistem yang berlainan, maka unsur tersebut seolah-olah memperoleh sebuah dimensi yang lebih luas, sehingga dapat dipandang dari berbagai sudut dan ini mendekatkan kita pada pemecahan persoalan tersebut. Seperti prinsip arsitektur postmodern adalah semua arsitektur bersifat simbolik. Semua bangunan, termasuk bangunan modern, sebenarnya sedang berbahasa dengan bahasa tertentu. Mereka ingin agar bidang arsitektur tidak terperangkap oleh pertanyaan “apa fungsinya? Arsitektur harus kembali berperan untuk menciptakan “bangunan-bangunan yang kreatif dan imajinatif” (Grenz 2001:41). Menurut Lawson (2007:2), hal ini disebabkan karena arsitektur adalah salah satu bidang yang ditempatkan di tengah-tengah yang matematis dan imajinatif. Sebagai ilustrasi dapat menjelaskan hal ini lebih visual lagi. Seorang arsitek, F. van Klingeren, diberi tugas merencanakan bagian pusat dalam sebuah
Pada dasarnya Grenz (2001:200) menjelaskan, bahwa sebenarnya ada tiga tokoh yang menonjol sebagai pemikir postmodernisme, yaitu Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Richard Rorty. Mereka bertiga adalah trio nabi postmodernisme, kadang-kadang bernyanyi bersama dengan harmonis, tetapi lebih sering menghasilkan musik yang tidak harmonis yang merupakan ciri postmodern. Postmodernisme tidak mempunyai dunia pemikiran. Intinya adalah penolakan adanya realitas yang utuh sebagai objek dari persepsi kita. Postmodern menolak usaha untuk menyusun sebuah cara pandang tunggal. Secara khusus, era postmodern menandai berakhirnya konsep “universe” – berakhirnya cara pandang yang total dan utuh (Grenz 2001:68). Dalam beberapa contoh misalnya, arsitektur postmodern sengaja memberikan ornament (hiasan). Ini merupakan lawan dari arsitektur modern yang membuang segala hiasan-hiasan yang tidak perlu. Ditekankan kembali oleh Grenz (2001:40) bahwa arsitektur postmodern menggunakan beberapa teknik
Eco, U. 2004. Tamasya Dalam Hiperealitas.
Einstein, A. 2005. Relativitas: Teori Khusus dan Umum.
Grenz, S. J. 2001. A Primer on Postmodernism, Pengantar untuk Memahami Postmodernisme.
Lawson, B. 2007. Bagaimana Cara Berpikir Desainer (How Designer Think).
Noris, C. 2003. Membongkar Teori Dekonstruksi Jaques Derrida.
Skolimowski, H. 2004. Filsafat Lingkungan.