Yori Antar: Membangun Kembali Kekayaan Arsitektur Nusantara


Yori Antar: Membangun Kembali Kekayaan Arsitektur Nusantara
Yori Antar adalah seorang arsitek yang sangat gigih menggali ilmu arsitektur lokal, mendokumentasikan, dan membangun kembali arsitektur nusantara berupa rumah-rumah adat yang terancam punah di wilayah pedesaan negeri ini.

Yori Antar begitu prihatin melihat gejala bahwa arsitektur tradisional di negeri ini terancam punah dan terlupakan di antara megahnya bangunan modern. Hal itu diperparah dengan tidak adanya dokumentasi catatan atau buku yang autentik mengenai ilmu merancang rumah-rumah adat tersebut. Padahal bangunan tradisional yang dimiliki setiap suku di Indonesia itu merupakan ìhartaî dan jati diri bangsa ini serta berpotensi untuk menginspirasi dunia.

ìJika kita membiarkan kepunahan rumah-rumah adat itu terjadi dan tidak melakukan apa-apa maka saya merasa kita telah melakukan dosa profesi sebagai seorang arsitek,î ujar Yori ketika ditemui Griya Asri di kantornya.

Maka sejak tahun 2008, Yori Antar membuat sebuah gerakan yang ia beri nama Rumah Asuh. Gerakan tersebut mengajak para mahasiswa terpilih untuk belajar dengan para pemangku dan masyarakat desa selama satu setengah bulan dalam membangun rumah-rumah tradisional di pedesaan di tanah air.

Selain sebagai “sarana” belajar bagi mahasiswa dari jurusan arsitektur, program Rumah Asuh yang didukung oleh para donatur/philantropis, akedemis, bersama masyarakat setempat sudah berjalan di daerah Wae Rebo-Flores, beberapa rumah adat di Nias, pembangunan kembali rumah-rumah di desa adat Ratenggaro, Wainyapu, dan Rumah Budaya di Waetabula, Sumba Barat Daya dan Balai Pertemuan untuk Musyawarah Adat Lobo Ngata Toro di Sulawesi Tengah ini juga menjadi sebuah proses pembelajaran dan regenerasi diturunkannya ilmu membangun rumah tradisional kepada generasi masa depan, baik secara metode lisan-tradisional antara para tetua adat dan generasi muda penerus maupun metode tulisan-akademis. Misinya agar kekayaan arsitektur nusantara tetap terjaga kelestarian dan keberlanjutannya dan dari segi pembelajaran masuk ke dalam kurikulum pendidikan arsitektur diberbagai perguruan tinggi sambil membangun mindset baru.




Arsitektur Post Modern


Arsitektur Post Modern


Pengertian Post Modern
Post modern adalah istilah-istilah yang populer dari kalangan gedongan dan para elit yang dikenal sebagai intelektual yang trendi. Istilah Post Modern sendiri lahir dan dipopulerkan oleh kritis sejarah arsitektur, Charles Jencks dalam sebuah seminar di Universitas Eidhoven tahun 1978 gagasan ini menjadi tema pembicaraan arsitektur dalam Bienal di Venesia tahun 1980. Publikasi Jencks dalam kawasan berbahasa Inggris, Heinrich Klotz dalam bahasa Jerman, dan Paulo Porthogesi dalam bahasa Italia, yang kesemuanya dikenal sebagai sejarawan abad ke-20 yang membuat istilah Post Modern menjadi populer. Pada umumnya, pengertiannya dikaitkan dengan reaksi penyempurnaan atau revisi terhadap gerakan modernisasi dalam arsitektur dan seni di Eropa Barat dan di Ameika Serikat. Post modern menunjukkan apa yang telah kita tinggalkan dan melalui tapi belum menerangkan dimana kita akan tiba. Jadi arsitektur post modern belum sampai pada tujuannya yang baru tetapi juga belum melepaskan semua makna modernya. Post modern juga bisa dimengerti sebagai filsafat, pola berpikir, pokok berpikir, dasar berpikir, ide, gagasan dan teori. Masing-masing menggelarkan pengertian tersendiri tentang dan mengenai post modern, dan karena itu tidaklah mengherankan bila ada yang mengatakan bahwa post modern itu berarti “sehabis moder” (modern sudah usai), “setelah modern” (modern masih berlanjut tetapi sudah tidak lagi popuer dan dominan), atau ada yang mengartikan sebagai “kelanjutan modern” (modern masih berlangsung terus tetapi dengan melakukan penyesuaian atau adaptasi dengan perkembangan dan pembaharuan yang terjadi di masa kini). Di dalam dunia arsitektur, post modern menunjukkan pada sesuatu proses atau kegiatan dan dapat dianggap sebagai sebuah langganan yakni langgam post modern.
Latar Belakang Post Modern
Pemunculan post modern tidak bisa dipisahkan dari aspek yang berlaku sebelumnya yakni arsitektur modern. Arsitektur modern yang sudah berjalan selama lebih kurang setengah abad mulai mencapai titik kejenuhan. Konsep-konsep yang terlalu logis dan rasional serta kurangnya memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan dan emosi yang ada dalam masyarakat mendapat berbagai kritik dan tanggapan artinya arsitektur modern lebih cenderung untuk memperhatikan bagaimana caranya manusia harus hidup dan kurangnya perhatian terhadap kehidupan manusia yang sebenarnya (bersifat sepihak). Karya-karyanya pun sangat kaku, membosankan dan tidak memiliki identitas, karena mempunyai langgam yang sama pada hampir semua jenis bangunan di berbagai tempat.
Kelompok arsitek baru kemudian bertekad untuk menetapkan suatu dasar filsafat dan format baru yang lebih luas bagi desain. Dalam usahanya untuk suatu perbendaharaan arsitektur yang baru, maka para arsitek yang baru ini berpaling pada sumber-sumber yang beragam sifatnya dahulu dihindari, seperti Rennisance-Itali, Barok-Jerman, Las Vegas dan lainnya.
Pada tanggal 15 Juli 1972, blok-blok perumahan di Pruitt Igoe dan peninggalan arsitektur modern diruntuhkan. Ada yang menganggap tanggal tersebut resmi sebagai matinya arsitektur modern.
Dalam beberapa waktu, perdebatan para kalangan arsitek telah disadari oleh masyarakat sehingga para arsitek baru mulai mencoba mengadakan komunikasi di antara bangunan, masyarakat dan lingkungan. Kemudian kelompok baru mulai mengemukakan pandangan-pandangannya yakni sadar berpilih-pilih tentang tata hubung antara bentuk dan isi dan sangat peka terhadap preseden sejarah dan kebudayaan.
Kelompok ini kemudian menyebutkan dirinya sebagai arsitek “post modern” atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai “pasca modern” yang mulai menonjolkan karya nyatanya pada tahun 1966-an. Sebenarnya gejala pasca modern ini sudah ditunjukkan pada pertengahan 1950-an yaitu pada karya Le Corbusier sebuah Gereja di Ronchamp yang sangat menyimpang dari gaya internasional. Pasca modern dimulai akhir 1950-an secara sedikit demi sedikit, baik secara terang-terangan maupun tersamar. Bermula dari penggunaan bentuk-bentuk lama, elemen-elemen tradisional, historis dipadu dengan penyederhanaan elemen-elemen modern. Komposisi unsur-unsur bangunan menyampaikan makna tertentu yang dapat dibaca. Demikian percobaan-percobaan dilakukan terus menerus dan diharapkan ada suatu timbal balik dari arsitek, pemakai masyarakat awam, dan lingkungan alam.
Ciri-ciri dan Pokok Post Modern
Post modern ditandai dengan timbulnya kembali bentuk-bentuk klasik, mengolah bangunan tradisi (vernakular) dan memperbaiki fungsinya. Ciri-ciri dari post modern ini antara lain:
· Aspek penyatuan dengan lingkungan dan sejarah, juga menyesuaikan dengan situasi sekitar
· Unsur-unsur yang dimasukkan tidak hanya berfungsi semata tetapi juga sebagai elemen penghias
· Pemakaian elemen geometris, sederhana terlihat sebagai suatu bentuk yang tidak fungsional, tetapi ditonjolkan sebagai unsur penambah keselarasan dalam komposisi ataupun dekor.
· Warnanya cenderung menor dan erotik, yang didominasi bukan oleh warna dasar tetapi oleh warna campuran yang banyak dipengaruhi pastel, kuning, merah dan biru ungu.
· Mengandalkan komposisi hibrid yang menghalalkan orang untuk mengambil elemen-elemen yang pernah ada untuk dimodifikasi sebagai kaya college/pastich.
Pokok Pikiran Post Modern
Pokok-pokok pikiran yang dipakai oleh para arsitek post modern yang tampak dan ciri-ciri bangunannya yang membedakan dengan modern:
1. Tidak memakai semboyan Form Follow Function. Arsitektur post modern mendefinisikan arsitektur sebagai sebuah bahasa dan oleh karena itu arsitektur tidak mewadahi melainkan mengkomunikasikan. Untuk arsitektur Post Modern yang dikomunikasikan adalah identitas regional, identitas kultural atau identitas historis. Hal-hal yang ada di masa silam itu yang dikomunikasikan, sehingga orang bisa mengetahui bahwa arsitektur itu hadir sebagai bagian dari perjalanan sejarah kemanusiaan, atau dapat pula dikatakan bahwa arsitektur post modern memiliki kepedulian yang besar kepada masa silam (the past).
2. Fungsi
Yang dimaksud dengan fungsi di sini bukanlah aktivitas, bukan pula yang dikerjakan atau dilakukan manusia oleh manusia terhadap arsitektur (keduanya diangkat sebagai pengertian tentang fungsi yang lazim digunakan dalam arsitektur modern). Dalam arsitektur post modern yang dimaksud fungsi adalah peran dan kemampuan arsitektur untuk mempengaruhi dan melayani manusia. Yang dimaksud manusia bukan melakukan kegiatan, tetapi sebagai makhluk yang berfikir, bekerja, memiliki perasaan dan emosi, makhluk yang punya mimpi dan ambisi, memiliki nostalgia dan memori.
Fungsi di sini adalah apa yang dilakukan arsitektur bukan apa yang dilakukan manusia dan dengan demikian fungsi bukan aktivitas. Dalam Posmo perancangan dimulai dengan melakukan analisa fungsi arsitektur, yaitu:
a. Arsitektur mempunyai fungsi memberi perlindungan kepada manusia (baik perlindungan terhadap nyawa maupun harta)
b. Arsitektur memberikan perasaan aman, nyaman, nikmat.
c. Arsitektur mempunyai fungsi untuk menyediakan dirinya dipakai manusia untuk berbagai keperluan.
d. Arsitektur memberikan kesempatan kepada manusia untuk bermimpi dan berkhayal
e. Arsitektur memberikan gambaran dan kenyatan yang sejujur-jujurnya
Sehingga dalam post modern yang ditonjolkan di dalam fungsinya itu adalah fungsi-fungsi metaforik (simbolik) dan historikal.
3. Bentuk dan Ruang
Di dalam post modern, bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak harus berhubungan satu menyebabkan yang lain (sebab akibat). Keduanya menjadi dua komponen yang mandiri, sendiri-sendiri, merdeka sehingga bisa dihubungan atau tidak. Yang jelas bentuk memang berbeda secara substansial, mendasar dari ruang. Ciri pokok dari bentuk adalah ada dan nyata/terlihat/teraba, sedangkan ruang mempunyai ciri khas ada dan tidak terlihat/tidak nyata. Kedua ciri ini kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkan. Dalam post modern bentuk menempati posisi yang lebih modern untuk menempati posisi yang lebih dominan daripada ruang.
Tokoh dan Karyanya
A. Michael Graves



Lahir di Indianapolis dan mendalami arsitektur di University of Cincinnati dan Havard University. Konsep Graves adalah menafsirkan ualng gaya rasional yang diperkenalkan oleh Le Corbusier pada tahun 1920-an menjadi gaya neoklasik yang kemudian dia mengembangkan paham ekletik yang mengasbtrakkan bentuk-bentuk historikal dan menekankan penggunaan warna. Graves tidak memperdulikan akar-akar modernisme dan menghasilkan suatu visi klasisme yang kontras atau ironis dimana bangunan-bangunannya hanya menjadi klasik dalam hal massa dan susunan. Dia menerapkan humor sebagai bagian dari arsitektur. Rancangan-rancangannya yang terakhir dianggap oleh banyak ornag tidak berselera dan banyak imitasi belaka.
Salah satu karya Michael Graves adalah Public Service Building (1980-1982) di Portland, Oregon. Bangunan ini memiliki bentuk yang global, sangat sederhana seperti kotak atau blok ada yang mengatakan seperti sebuah kado natal raksasa dan ada yang mengataka seperti dadu.
…..
Kotak seperti dadu bagian utama dari The Portland terletak di atas unit di bawahnya seolah-olah ada sebuah tumpuan berwarna biru kehijauan, kontras dengan warna atasnya coklat susu cerah. Di bagian atas atau atapnya yang datar terdapat konstruksi seperti rumah-rumahan kecil mirip seperti kuil-kuil dari arthemis Yunani beratap piramid dan pelana.
…….


B. Charles Moore


Salah satu karyanya adalah
Piazza d’italia (1975-1980) sebuah taman atau ruang terbuka dalam rangka renovasi kawasan kumuh di New Orelans Amerika Serikat, ditujukan untuk para imigran Italia yang mendominasi daerah tersebut.
Denah bangunannya berupa lingkaran, diperkuat dengan garis-garis melingkar pada lantai dengan warna dari bahan pada tengah taman di buat model tanah Italia yang berbentuk seperti sepatu tinggi, dikelilingi kolam menggambarkan laut mediterania. Unsur modern art deco dimasukkan dalam beberapa kepala kolom di sela-sela kolom-kolom Italia tersebut.


C. Aldo Rossi


Berasal dari Milan Italia, lahir tahun 1913. Selain sebagai arsitek praktisi, pengajar juga banyak karya-karya tulisnya baik mengenai arsitektur kota maupun arsitektur. Karya-karyanya adalah:
· Teather Dunia I (II Teantro del mondo) 1978 di Venesia
Venesia ini merupakan kota kuno abad pertengahan di Italia, termasyur dengan keunikannya “terapung” di laut. Denahnya bujur sangkar 9,5 x 9,5 m2 di atas plarform semacam rakit 25 x 25 m. Bagian utamanya tingginya 11 m, di atasnya terdapat sebuah menara berdenah segi delapan setinggi 6 m, atapnya kerucut berisi delapan.

· Teater Carlo Felice (1983-1989) di Genoa Italia
Teater ini dibangun oleh Rossi bersama tiga arsitek lain yaitu I. Gardell, F. Reinhart dan A. Sibilia, dengan menggabungkan elemen-elemen klasik Yunani Ranaissance dengan elemen modern. Pemakaian unsur lama ciri arsitektur Post Modern antara lain gotic, terdapat dalam sebuah kerucut yang aneh, karena diletakkan di dalam di atas lobby utama.


D. Ricardo Bofil


Merupakan arsitek kelahiran Barcelona Spanyol. Salah satu karyanya adalah:
· The Palace of Abraxas (1978-1983)

Adalah sebuah apartemen modern di Marnella-la-Valle, sebuah kota baru di pinggiran timur Kota Paris. Apartemen ini terdiri atas dua unit dengan bentuk dan tata letak yang sangat unik, yang satu denahnya bagian dari setengah lingkaran, yang lain berupa blok di tengah bawah kosong seperti arc de triomphe. Bagian atas dari apartemen berlantai sepuluh terdapat balkon, balustradenya di beri alur-alur seolah-olah seperti kepal dari kolom Yunani.
Arsitektur Post Modern di Indonesia
Banyak yang menyambut kedatangan Arsitektur Post Modern Indonesia dengan gembira. Mengikuti harapan yang diutarakan di tempat awal munculnya aliran tersebut, Arsitektur Post Modern Indonesia juga diperkirakan mampu menembus dominasi aliran Internasional Style yang berjaya di Indonesia sejak tahun 70-an. Untuk itu beberapa artikel ditulis di majalah-majalah populer di Jakarta mengenai aliran ini dengan optimistik.
Arsitektur Post Modern sendiri diperkirakan muncul sekitar tahun 50-an di Eropa dan Amerika dalam wujud yang masih kasar dan kurang meyakinkan untuk diperhitungkan sebagai bibit unggul. Karena itu, tidak ada satupun sejarawan yang mengangkat dan membicarakannya, sebab mreka disibukkan dengan pekerjaan mengamati perkembangan Gerakan Modern yang ketika itu sudah menampakkan potensinya sebagai kekuatan baru di bidang arsitektur. Karya-karya itu mulai dibicarakan kembali setelah sebuah bentuk baru karya arsitektur mulai nampak di antara sejumlah karya-karya beraliran International Style. Itu berlangsung dalam periode 70-an dan semakin insentif pemunclan dalam sepuluh tahun terakhir ini.
Kalau mengambil pokok-pokok pikiran post modern untuk meninjau keadaan dan perkembangan arsitektur di Indonesia, maka arsitektur post modern sudah ada di Indonesia sejak tahun 1970-an, melalui pandangan dan karya dari Y.B. Mangunwijaya. Di sini Y.B. Mangunwijaya menghadirkan karya arsitektur yang tergolong ke dalam sub langgam post modern.
Awalnya kedudukan arsitektur post modern di Indonesia bisa dilihat sebagai komoditi oleh kelompok masyarakat tertentu saja, yang hanya berkecimpung aktif dalam pembangunan ekonomi. Arsitektur Post Modern di Indonesia hanya dianggap sebagai hasil fancy atau minderwertigkeits-kompleks negara berkembang karena takut disebut terbelakang.
Kecenderungan yang kuat pada arsitektur post modern di Indonesia hanya bertumpu pada figurativism atau graphism seperti yang muncul pada Delta Plaza Surabaya, Gedung Universitas Atmajaya Jakarta atau gedung-gedung lainnya di jalan Kuningan Jakarta. Post Modern di Indonesia dilihat oleh arsitek sebagai gerakan Internasional, yang tidak menawarkan konsep baru tentang ruang dan lingkungan yang menjadi tempat keberadaan manusia, tetapi lebih pada bungkus sosok yang dapat ditelusuri dari Modernisme.
Post Modern tidak bisa disebut suatu epoche kultural karena yang dicapainya hanya sekedar popularitas, bukan pemberian nilai tambah yang memperkaya konsep beradanya manusia dalam lingkungan binaan Arsitektural. hal ini ditandai dengan adanya beerapa diantara karya-karya baru di Indonesia yang mencoba-coba menampilkan elemen tradisional pada tempat-tempat tertentu di bangunannya, yang pasti ditopang oleh dalih kontekstual, baik regional maupun lokal. Pada dasarnya mereka lupa bahwa bukan seperti itu kontekstual yang dibayangkan oleh para pencetus Arsitektur Post Modern, melainkan yang komunikatif yang dikenal secara populer oleh warga masyarakat setempat.
Post Modern dan Alirannya
Ada enam aliran yang menjadi sumber terbentuknya langgam gaya arsitektur Post Modern yaitu:
1. Aliran histiricsm
2. Aliran straight revivalis
3. Aliran neo vernacular
4. Aliran urbanist yang memiliki dua ciri yaitu
a. ad hoc
b. kontekstual
5. Aliran methapor
6. Aliran post modern space


Sumalyo, Yulianto, 1996. Arsitektur Modern Akhir Abad XIX dan Abad XX, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Suriawidjaja, P. Eppi, alt., 1983. Persepsi Bentuk dan Konsep Arsitektur, Djambatan, Jakarta.
www.architecture.com/greatbuilding.
www.bluffon.edu/-Sullivanm/www.michaelgraves.com.
www.geogle.com/postmodern.
Wiryomartono, Poerwono Bagoes, 1993. Perkembangan Gerakan Arsitektur Modern di Jerman dan Post Modernisasi, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Hutagalung, Rapindo, 1992. Architrave. Badan Otonomi Architrave Bekerjasama dengan PT. Mitramass Mediakarsa, Jakarta.

Napak Tilas Kerajaan Samudera Pasai

Napak Tilas Kerajaan Samudera Pasai

Menyusuri jejak kerajaan Samudera Pasai, Aceh, pertengahan April lalu, dalam rangka melengkapi data penulisan novel berlatar belakang sejarah Samudera Pasai, aku menemukan beragam pengalaman, termasuk kejadian gaib.

Dari Jakarta, awalnya aku ingin menempuh perjalanan melalui laut agar bisa merasakan desir angin laut menerpa wajahku, seperti Ibnu Batutta ketika berkunjung ke sana. Namun niat itu urung. Karena selain membutuhkan waktu minimal empat hari, sebuah mimpi membatalkan keinginan itu. Dalam mimpi sehari sebelum berangkat itu, aku didatangi seorang putri yang mengisyaratkan agar aku tidak berangkat melalui laut.

Akhirnya aku mencari jalan aman, dengan naik pesawat dari Jakarta ke Medan. Cuaca sedang tidak bersahabat saat itu, pesawat berputar-putar di udara menunggu sinyal aman dari Bandara Polonia, Medan. Aku berdoa dalam hati, agar diberi keselamatan dalam perjalanan. Pesawat pun tidak bisa mendarat sesuai jadwal. Satu jam kemudian, pesawat mendarat di Medan dengan selamat.

Dari Medan aku harus menuju Lhoksuemawe, pusat kerajaan Samudera Pasai zaman dulu. Dengan menggunakan bus berpenyejuk udara, aku memilih berangkat tengah malam agar sampai di Lhokseumawe pagi. Sekitar enam jam perjalanan malam itu aku manfaatkan untuk tidur agar sampai kota tujuan dengan kesegaran pagi yang indah.

Pagi hari, bus memasuki Lhokseumawe, kota seluas 181,06 kilometer persegi, yang berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara. Bus berhenti di Terminal Bus Lhokseumawe. Suasana terminal tidak terlalu ramai. Baru beberapa langkah aku ke luar terminal, para tukang betor (becak motor), kendaraan khas kota Aceh, menyambutku. Satu orang kupilih untuk mengantarkan aku ke tujuan, pusat Kerajaan Samudera Pasai.

Tukang betor itu, Bang Win, rupanya sangat tertarik dengan niatku. Meski asli Aceh, ternyata ia mengaku belum pernah berkunjung ke sana. Tetapi Bang Win mengetahui lokasinya, yaitu di Guedong, 15 kilometer lebih ke arah timur dari Kota Lhoksuemawe. Setelah biaya jasa transportasi disepakati, aku pun mencari penginapan. Usai sarapan pagi, Bang Win siap membawaku ke Guedong.

Perjalanan setengah jam itu pun aku nikmati sambil melihat kiri kanan jalan.

Di Pasar Guedong, betor belok ke kiri, menuju makam Raja Malikussaleh. Di daerah ini, aku sudah memasuki pusat Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13. Perjalanan menuju makam melewati sawah-sawah dan rumah penduduk. Ternak sapi dan kambing terlihat di sepanjang perjalanan. Kata Bang Win, ternak itu dibiarkan liar begitu saja, tidak dikandangkan, tetapi pemiliknya mengetahui mana ternak milik mereka, mana milik orang lain.

Jam menunjuk pukul sepuluh ketika aku tiba di Makam Malikussaleh. Yakub, penjaga Makam, menyambutku dan kami sempat ngobrol. Satu jam sebelum kedatanganku, kata Pak Yakub—begitu aku memanggil pria 70 tahun itu--sudah datang rombongan 50 orang dari Bandung yang berkunjung ke makam ini. Setiap hari, Makam Malikussaleh dan Malikuddhahir memang tidak pernah sepi oleh kunjungan para penziarah. Umumnya mereka datang dari luar kota, bahkan tidak sedikit yang datang dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Menempati areal sekitar 200 meter persegi, makam itu dikelilingi pagar setengah tembok yang tingginya sekitar dua meter. Di sisi kanan dari arah jalan, terdapat dua pohon besar, yang kata Pak Yakub, berusia ratusan tahun.

Selain dilindungi oleh rimbunnya dua pohon besar, makam itu juga diayomi saungan sehingga terhindar dari terik matahari dan hujan. Di atas saungan, terdapat tulisan kalimat yang diambil dari ukiran di batu nisan makam Malikussaleh dan Malikuddhahir yang berbunyi: Dikubur almarhum, yang diampuni, yang takwa, pemberi nasihat, yang dicintai, bangsawan, yang mulia, yang penyantun, penakluk, yang digelar dengan “Sultan Al-Malikussaleh”. Yang paham agama, yang berpindah (wafat) dalam bulan Ramadhan tahun 690 H.

Sementara itu, tulisan lain berbunyi: Ini kubur yang bahagia, yang syahid, almarhum “Sultan Al-Malikuddhahir”. Matahari (pemberi cahaya) dunia dan agama, Muhammad anak Al-Malikussaleh, wafat pada malam ahad 12 hari bulan Zulhijah tahun 726 H.

Sekitar setengah kilometer dari makam itu ada lokasi yang dulu merupakan istana Kerajaan Pasai. Sayang sekali, wujud fisik bangunan yang berada persis di bibir pantai Lhokseumawe, Aceh Utara, itu tak lagi bisa dinikmati. Kawasan itu sudah beralih fungsi menjadi lahan pertambakan. Bekas-bekas pondasi dari batu bata merah masih terlihat di atas tanah tempat kerajaan berdiri. Di atas tanah seluas lebih dari lima hektare itu, kebesaran kerajaan masih sangat terasa.

Di lokasi itu juga terdapat makam Peut Ploh Peut, ulama yang meninggal karena dieksekusi Raja Bakoi, salah satu raja di Pasai, yang menganggap ulama itu sebagai lawan politiknya. Atas kesewenang-wenangannya, rakyat menjuluki dia Raja Bakoi, yang menurut masyarakat setempat berarti pelit.

Setelah dari makam Malikussaleh dan Malikuddhahir, aku menuju makam Sultanah Nahrisyah, sekitar satu kilometer ke arah pantai. Letak makam memang tidak jauh dari bibir pantai. Hanya dibatasi tambak-tambak ikan yang konon pada zaman kejayaan Samudera Pasai adalah kanal-kanal kecil yang dapat dilalui perahu untuk transportasi laut.

Makam Ratu Nahrisyah yang terbuat dari marmer dengan ukiran bermotif flora itu sangat mengesankan. Marmer-marmer mewah cokelat susu itu didatangkan khusus dari Gujarat, India, untuk menghias tempat peristirahatan terakhir sang ratu. Makam ini bisa dibongkar pasang, seperti lembaran papan yang bisa disusun ulang.

Dari makam Ratu Nahrisyah, aku memandang ke arah pantai, ke Selat Malaka. Aku pun membayangkan, dulu pada abad ke-13, tempat ini adalah dermaga yang begitu besar dan indah, tempat perdagangan internasional yang begitu sangat terkenal. Pedagang dari Eropa, India, Afrika, Timur Tengah, semuanya tumpah ruah di sini.

Menurut catatan, begitu terkenalnya kejayaan Samudera Pasai ketika itu, Mahapatih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, berambisi untuk menaklukannya di bawah Sumpah Palapa.

Tahun 1350, Majapahit menyerang Samudera Pasai, dibantu dengan sekutunya dari kerajaan hindu– Sriwijaya dan India. Perang inilah yang mungkin membuat kejayaan Samudera Pasai selanjutnya tak tertuliskan. Seakan berhenti di kekuasaan Sultanah Nahrisyah, putri Sultan Malikuddhahir III.

Padahal, menurut Ramlan Yunus, anggota tim peneliti peninggalan Kerajaan Samudera Pasai, dan kata penjaga makam Ratu Nahrisyah, kekuasaan Samudera Pasai tidak berhenti hanya sampai Ratu Nahrisyah. Berdasarkan catatan artefak yang terdapat di makam-makam lain, yang hingga saat ini masih terus ditemukan, kekuasaan Samudera Pasai berlanjut hingga abad ke-16 meski bukan lagi dari darah daging Malikussaleh.

“Harus ada penelitian yang berkesinambungan dan catatan yang tersusun untuk menggali kembali kejayaan Samudera Pasai. Karena hingga kini, belum ada keseriusan dari pemerintah setempat untuk menggali silsilah dan sejarah Samudera Pasai lebih jauh,” kata Ramlan, yang saat itu menemani aku mengunjungi Makam Sultanah Nahrisyah.

Lebih jauh Ramlan menceritakan bahwa ia bersama tim yang diketuai Taqiyuddin Muhammad Lc bekerja secara independen untuk mendata dan menggali jejak-jejak peninggalan kerajaan Samudera Pasai. Karena di sekitar makam Ratu Nahrisyah, sering ditemukan barang-barang berharga dari peninggalan abad ke-13 dan ke-14. Bahkan belum lama ini, ditemukan stempel kerajaan yang diyakini peninggalan pada masa berkuasanya Malikuddhahir II.

Dalam perjalanan ini, aku mengalami kejadian yang sulit dipercaya. Dari makam sang ratu, aku pulang ke penginapan untuk beristirahat. Tetapi antara sadar dan tidak, aku merasa didatangi dua orang berpakaian layaknya prajurit kerajaan. Mereka memaksaku untuk kembali ke makam Ratu Nahrisyah.

"Ayo, ikut kami kembali ke makam Ratu Nahrisyah," ajak dua orang prajurit itu.

Aku tercengang, tidak percaya pada apa yang aku lihat. "Tidak mau, aku tidak mau ikut," ujarku, menolak sambil berteriak histeris menyebut Allahu Akbar berulang-ulang.

Begitu sadar, aku lihat Bang Win, pemandu-ku sudah ada di depanku sambil menatapku bingung.

"Apa yang telah terjadi, Bang?" tanyaku pada Bang Win.

"Kamu baru saja berteriak sambil merontak-rontak," jawab Bang Win.

Aku ceritakan kepada Bang Win apa yang aku alami.

Kegaduhan itu juga mengundang tetangga kamar yang langsung berdatangan ke kamarku. Mereka bertanya-tanya, “Kenapa? Ada Apa?”

Kepada mereka, aku pun menceritakan apa yang baru saja aku alami. Salah satu dari mereka menganjurkan agar aku kembali lagi ke makam Ratu Nahrisyah.

“Coba kamu kembali ke makam Putri Nahrisyah, mungkin ada yang terlupa di sana,” kata salah satu dari mereka.

Aku tidak menghiraukan anjuran itu karena badanku agak lelah. Bang Win pun menganjurkan agar aku istirahat kembali. Namun, baru beberapa menit berlalu, aku kembali didatangi dua prajurit tadi dan memaksaku untuk ikut mereka. Tanganku dicengkeram oleh dua prajurit itu.

“Ayo ikut kami,” kata dua prajurit itu.

Aku berontak sekuat tenaga. Karena dalam pikiran sadarku, kalau aku ikut mereka, berarti rohku yang ikut. “Tidak mau! Tidak mau. Aku tidak mau ikut. Allahu Akbar, Allahu Akbar!”

Aku kembali tersadar. Kejadian itu disaksikan oleh empat orang yang ada di ruangan. Mereka langsung menenangkan aku. Tanpa pikir panjang lagi Bang Win langsung membawaku kembali ke makam Ratu Nahrisyah.

Setibanya di sana, aku bertemu lagi dengan Ramlan. Aku ceritakan kepadanya apa yang aku alami.

“Hal-hal aneh memang sering terjadi di tempat ini. Pada 1994, ketika kompleks pemakaman ini dipugar, ada orang yang mengukur salah satu makam dengan jengkalan kaki. Detik itu juga, orang tersebut mulutnya langsung berbusa dan tidak sadarkan diri. Orang itu baru sembuh ketika kita meminta maaf pada hal yang gaib,” tutur Ramlan. ”Pada 2004 lalu, ketika terjadi tsunami, ketinggian air di tempat ini sekitar satu meter dua puluh senti. Air setinggi itu tidak melewati makam ini, namun menjebol tembok-tembok pembatas makam yang mengelilinginya.”

Oleh Ramlan, aku pun diantar kembali ke makam. Rupanya dua blok dari makam Ratu Nahrisyah, hanya sepuluh langkah jaraknya, aku melihat makam-makam prajurit kerajaan Samudera Pasai. Mungkin mereka marah kepadaku karena tidak kusapa. Dan aku merasa sangat beruntung karena aku dituntun untuk kembali lagi ke makam tersebut. Karena pada kunjungan yang kedua, aku akhirnya dapat melihat makam Panglima Kerajaan Samudera Pasai yang panjangnya kurang lebih tujuh meter.

Ketika kejadian ini aku ceritakan kepada rekanku yang tinggal di Lhoksuemawe, dia menanggapinya dengan serius. “Seperti yang pernah aku ceritakan kepadamu Gar, di sekitar makam para prajurit itu, warga sering menemukan uang emas saat hujan turun. Sayang aku belum pernah melihat makam itu.”

Aku bergidik mendengar penjelasannya walau tentu tidak ada maksud untuk menakut-nakutiku. Bagaimanapun pengalaman itu sangat berarti buatku.

Napak Tilas Kerajaan Samudera Pasai Video :